Jumat, 17 Oktober 2008

Yusuf: Kereennn bangettt...

Hari ini gue selesai rapat sejak jam 7.30 pagi, gue ikut BGA di Sahabat Kristus yang membahas dari Kejadian 39-40 tentang Yusuf. Menarik sekali diskusi dan PA yang dibawakan oleh Ibu Ina ex-PPA. Di saat gue lagi rada mabok dengan tanggung-jawab yang bertambah yang selama ini berusaha gue syukuri sebagai wujud kepercayaan yang juga bertambah. Di sisi lain, gue ga bisa menyangkal kalo rasanya mabok dan stres melihat tumpukan deadline dan schedule sampe akhir November. Dan jujur gue ragu apakah memasuki Desember pun gue bisa menarik nafas lega.

Tetapi hari ini belajar dari sepenggal hidup Yusuf, gue mendapat banyak sekali. Kisah tentang Yusuf ini ditulis Musa dalam masa pengembaraan bangsa Israel menuju tanah perjanjian (Kanaan). Gue membayangkan apa ya respons pembaca pertama (bangsa Israel) ketika melihat kisah hidup Yusuf? Sedikit banyak kalo gue ada di posisi bangsa Israel, mungkin akan muncul hal-hal berikut:

1. Tuhan tidak pernah ingkar janji. Dia berjanji dan Dia menggenapi janjiNya. Perjanjian itu bukan sesuatu yang mudah. Di dalam sebuah perjanjian selalu ada kendala dan kesulitan. Yusuf mendapat banyak tantangan, kesulitan dan penderitaan sebelum akhirnya merasakan penggenapan janji Tuhan padanya. Bangsa Israel yang berada di padang gurun pun mengalami kesulitan dan tantangan tapi Tuhan menjanjikan tanah Kanaan dan Tuhan pasti akan menggenapinya. Ada suatu pengharapan ketika membaca kisah Yusuf bahwa karena mereka memilliki Tuhan yang sama maka mereka akan mengalami kemenangan seperti Yusuf pada akhirnya.

2. Tuhan hadir, exist, selalu menyertai Yusuf. Segelap apapun keadaan di sekitar Yusuf, ia tetap memandang kepada Tuhan. Yusuf memiliki focus of life yang jelas, hanya memandang pada Tuhan. Itu yang menolongnya memiliki semangat juang dan senantiasa mampu menjadi berkat bagi lingkungannya. Yusuf tetap terang di tengah kegelapan karena ia dekat dengan Sang Sumber Terang itu sendiri. Yusuf memiliki relasi yang intim dengan Tuhan makanya Tuhan selalu memberkati pekerjaan Yusuf di manapun. Teladan ini menolong bangsa Israel yang berada di gurun pasir untuk meyakini bahwa Tuhan pun selalu menyertai mereka. Segelap dan sesukar apapun yang harus mereka tanggung, kalau Tuhan menyertai, mereka dapat menjadi berkat bagi bangsa-bangsa lain.

3. Hidup penuh dengan ketidakadilan. Ketidakadilan menimbulkan kesengsaraan. Kesengsaraan dapat menimbulkan kehancuran dalam hidup manusia. Tetapi atas anugerah Tuhan, semua yang buruk itu dapat dipakaiNYA untuk menghasilkan ketekunan (endurance). Dan ketekunan itu menjadi cikal bakal sebuah kekuatan anak-anakNya. Yusuf mendapat anugerah Tuhan untuk tidak hancur dalam semua ketidakadilan yang dialaminya. Ia bertekun mengerjakan bagian yang dapat dilakukannya. Ia tetap memperhatikan kebutuhan orang lain di saat-saat ia sendiri punya masalah yang tidak diperhatikan orang lain. Tuhan sangat mengasihi orang seperti Yusuf. Bangsa Israel mungkin berulangkali berpikir alangkah lebih enaknya hidup di Mesir yang penuh dengan kenyamanan hidup dibandingkan di padang gurun. Alangkah tidak adilnya harus berputar-putar di padang gurun. Tetapi kalau mereka mampu bertekun mengerjakan bagian yang sudah Tuhan tetapkan, pada akhirnya mereka akan kuat di dalam Tuhan, sama seperti Yusuf.

4. Yusuf orang yang cerdas. Ia bukan orang yang pasif. Ia mampu melihat peluang. Ia menceritakan ketidakadilan yang dialaminya kepada orang yang "dipikirnya" tepat: juru-minuman dan juru-roti Firaun dengan harapan mendapat keadilan dan ia akan dikeluarkan dari penjara. Usahanya dan harapannya kepada manusia harus diruntuhkan terlebih dulu dalam pemandangan Tuhan, agar Yusuf benar-benar belajar bersandar dan mengakui hanya Tuhanlah yang berdaulat dalam hidupnya. Tuhan mengizinkan dia dipenjara karena suatu ketidakadilan, Tuhan pula yang berkuasa untuk mengeluarkannya dari situ. Gue sangat senang waktu menemukan hal ini. Karena di sini Yusuf menggabungkan antara iman dan usaha manusia. Rasanya di sini, Yusuf sangat manusiawi banget. Memang ketika manusia angkat tangan, di situlah Tuhan leluasa turun tangan. Tetapi prinsip dasar lain yang perlu dicamkan adalah: do the best and God will do the rest. Jangan harap Tuhan mengerjakan bagianNya kalau kita tidak mau mengerjakan bagian kita. Tuhan sudah menitipkan talenta pada diri kita untuk kita berdayakan semaksimal mungkin. Tetapi semua itu harus diserahkan kembali kepada Tuhan. Bangsa Israel juga sering tergoda untuk berusaha sendiri (bersandar pada diri sendiri) atau sebaliknya nyuruh-nyuruh Tuhan melakukan sesuatu sementara mereka hanya duduk di kursi goyang, tidak mau melakukan pekerjaan mereka.

5. Waktu Tuhan sering berbeda dengan waktu kita, tetapi jam Tuhan tidak pernah terlambat. Waktu Tuhan adalah yang terbaik. Pada akhirnya, setelah 2 tahun melupakan Yusuf, si juru-minuman ingat pada Yusuf. Tuhan tidak memakai "waktu Yusuf" tetapi tetap memakai "rencana Yusuf melalui si juru-minuman." Inilah indahnya bekerja dengan otak (menghargai talenta yang sudah diberi Tuhan) tetapi tetap menyerahkan hasilnya pada Tuhan. Menurut gue, kejutan manis seperti ini hanya dapat dirasakan oleh orang yang bersedia menunggu dengan tetap fokus memandang Tuhan. Tuhan sering membiarkan manusia menunggu karena dalam proses menunggu itu, Ia ingin anak-anakNya bersandar penuh padaNya. Menunggu adalah sesuatu yang tidak mengenakkan. Itu pribadi gue rasakan karena gue pada dasarnya ingin segala sesuatu serba cepat. Tetapi ternyata menunggu itu membuat kita punya kesempatan melihat karya Tuhan yang lebih indah dan diterima dengan ucapan syukur yang lebih dalam. Bagi bangsa Israel, menunggu pun pasti tidak menyenangkan tetapi ketika ada keyakinan bahwa jam Tuhan ga pernah terlambat, mereka pun dapat belajar dari Yusuf untuk sabar dalam penantian memasuki negeri yang dijanjikan Tuhan.

6. Tuhan hanya memilih sedikit orang. Yusuf hanya seorang diri di negeri yang asing. Bangsa Israel hanya bangsa yang kecil dibanding bangsa-bangsa lain. Tetapi yang sedikit dan kecil ini bila mau tetap memandang Tuhan, tetap dapat dipakai Tuhan untuk menjadi berkat bagi bangsa yang lebih besar. Kalau Yusuf bisa, kenapa bangsa Israel tidak bisa? Ini menjadi semangat baru bagi bangsa Israel yang merupakan pembaca pertama kisah Yusuf yang ditulis oleh Musa ini.

Wah kalo dipikir, ada banyak sekali yang masih bisa digali tentang Yusuf tetapi jujur semua itu seperti menampar muka gue sendiri. Kesulitan yang gue alami tidak ada seberapa persennya si Yusuf. Tetapi sesulit apapun keadaan gue, Tuhan yang dimiliki Yusuf adalah Tuhan yang juga dimiliki gue. Tuhan yang tidak pernah berubah dan semua pelajaran hari ini menolong gue untuk memiliki perspektif yang baru dalam bekerja di ladangNya di manapun itu Tuhan bukakan. Ini menimbulkan semangat yang baru dan tentu saja sukacita yang lebih melimpah. Dua kata yang bisa menutup tulisan ini: Thanks God....^_#

Tidak ada komentar: