Senin, 18 Mei 2009

Faith Like Potatoes

Akhirnya gue bisa nulis lagi. Kemaren sempet nonton 1 film berjudul Faith Like Potatoes. Hmm gimana ya? Film itu rada lambat alurnya jadi bagi orang yang lagi capek kalo nonton itu, better jangan nonton sambil berbaring deh, nti ketiduran beneran hehehe soale gue dan adik gue lomba menguap saking dah capek seharian tapi memaksa diri nonton karena selain Minggu, tiap hari TV dimonopoli nyokap huahahaha ^_^

Ceritanya tentang Angus Buchen, seorang petani Skotlandia yang merantau ke Afrika Selatan (ke suku Zulu). Angus yang workhaolic mengalami banyak kehilangan dan frustasi terhadap hidup. Dari segi psikologi, dengan kerja 18 jam/hari, wajar kalo dia stres dan emosinya tidak stabil, mudah marah (sampe disuruh minum obat penenang). Ketika akhirnya Angus menerima Tuhan Yesus, kedamaian mulai muncul dalam hatinya. Bukan berarti masalahnya dilenyapkan Tuhan karena kenyataannya, ia tetap bergumul dengan banyak kehilangan dan perasaan-perasaannya, tetapi damai sejati itu telah mengubah paradigmanya terhadap kesulitan hidup. Angus mencontohkan bagaimana berjalan bersama Tuhan dengan iman yang terus bertumbuh.

Gue ga mo membahas adegan dalam film ini terlalu banyak. Yang pasti, film itu membuat gue merenung tentang arti IMAN. Apakah meminta dengan iman = pasti mendapatkan apa yang diminta? Apakah orang beriman beda tipis (kalo ga mo dikatakan "mirip") dengan orang yang bodoh? Apakah mukjijat selalu berlawanan dengan logika? Apakah orang yang beriman & melihat mukjijat/karya Tuhan, hampir selalu harus mengesampingkan perhitungan rasio? Di mana batasnya beriman dengan "mencobai Tuhan"?

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepala gue setelah selesai nonton tuh film. Yah, jadi semacam perenungan sebelum bobo lahh :D Film yang berdasarkan buku & kisah nyata itu, rasanya boleh dijadikan bahan diskusi di gereja or persekutuan. Pada akhirnya, diharapkan komunitas anak Allah dapat belajar beriman. Angus beriman meminta hujan dan dia berharap kentang bisa tumbuh di tempat yang semua orang udah bilang ga mungkin tumbuh karena penuh debu & sangat kering. Pendetanya Angus mengatakan, "Terlalu tipis bedanya antara iman dan kebodohan. Apakah kamu yakin Tuhan menyuruhmu menanam kentang? Kalo kamu yakin, ceritakan padaku dan aku pasti akan mendukungmu." Angus tidak dapat memastikan kalo God langsung menyuruhnya menanam kentang, dia hanya merasakan suatu beban. Adik gue mengucapkan 1 kalimat ketika menyaksikan iman Angus, "Kenapa dia harus mempertaruhkan semuanya? Boleh ga sih kalo dia menanam kentang setelah turun hujan?"

Gue tertawa waktu adik gue bilang gitu dan gue mencetuskan kalimat, "Ga bisa begitu, kalo nunggu ujan turun & mereka baru menanam, sudah terlambat dong. Harus menanam dulu & beriman kalo hujan akan diberikan God." Banyak orang berpikir kalo seandainya Tuhan mengatakan kehendakNya pada kita secara langsung, pastilah kita dengan mudah akan mengambil langkah mengikut DIA. Tapi di zaman sekarang, terlalu banyak kesulitan hidup dan kotak "tidak mungkin" yang membatasi kepekaan kita terhadap kehendakNya.

Kadang kehendak Tuhan tidaklah terlalu jelas di awalnya, tapi kalo kita berani mengambil langkah iman, step by step selanjutnya yang akan mengonfirmasi apakah langkah yang kita lakukan itu berasal dari keinginan diri kita sendiri atau dari Tuhan. Jangan berharap Tuhan mengerjakan semuanya dulu bagi kita kalo kita sedikit pun tidak mo memulai pekerjaan yang Tuhan taroh itu sebagai beban dalam hati kita. Kalo salah langkah? Jangan kuatir...Roma 8:28 yang menjanjikan bahwa Allah sanggup mengubah apapun yang terjadi dalam hidup kita untuk kebaikan kita kalau kita hidup mengasihi DIA dengan tulus hati. Sangat menguatkan, bukan? Bagi Tuhan, tidak ada istilah terlambat or salah jalan yang tidak dapat dipakaiNya dan diubahNya menjadi bagian rencanaNya. Asik banget, kan?! Met berjalan dalam iman bersamaNYA yaaaa....

Rabu, 18 Maret 2009

Fireproof: Never Leave Your Partner Behind

Fireproof adalah film yang dibuat oleh tim yang sama dengan yang membuat film Facing the Giants. "Never leave your partner behind" adalah slogan yang selalu diajarkan oleh Caleb sebagai kapten regu pemadam kebakaran. Ia merasa dihormati di mana pun ia berada (karena ia seorang pahlawan yang sering menyelamatkan orang), kecuali di rumahnya sendiri oleh istrinya. Mereka sering bertengkar sampai di satu titik Cate tidak tahan lagi dan mengajukan perceraian.

Keluhan Caleb: Cate selalu komplain, tidak pernah puas, tidak menunjukkan sedikitpun respek atau menghargainya sebagai suami, tidak becus mengurus rumah. Keluhan Cate: Caleb egois (sibuk dengan hobi internet & selalu menghabiskan 1/3 gaji untuk membeli kapal yang menurutnya tidak berguna), tidak mengerti kebutuhannya, tidak bersedia mendengarkannya, tidak menolongnya sama sekali dalam mengurus rumah padahal ia harus bekerja penuh waktu dan harus mengurus ibunya yang stroke di akhir pekan.

Mereka sudah menikah selama 7 tahun, dulu saling mencintai tapi sekarang merasa percuma mempertahankan pernikahan dengan pasangan yang telah berubah. Orangtua Caleb datang dari luar kota, Ayahnya berhasil membuat Caleb berkomitmen menunda perceraian selam 40 hari dan selama waktu itu, akan mengikuti semua petunjuk yang ada di buku yang akan dikirimkan ayahnya kepadanya (gue mikir kenapa pake 40 hari ya? Seperti Purpose Driven Lfe aja)

Di sini nih menariknya film ini. Caleb seperti menghitung hari karena dari buku itu, dia mendapat tips-tips praktis dalam memperbaiki relasi dengan pasangan, misalnya: 1 hari, ia tidak boleh mengucapkan kalimat negatif pada pasangan. Ia hanya boleh mengucapkan yang positif, kalo marah dia harus diam saja, ga boleh ngomong hal negatif. Hari berikut dia harus melakukan sesuatu untuk istri. Dia memutuskan bikinin istri teh/kopi. Istrinya pagi-pagi langsung pergi dan tidak peduli dengan teh/kopi yang dia buat. Hari lain dia harus memberikan sesuatu, mengirimkan apa saja untuk pasangan di kantor. Ia membeli bunga & coklat termurah. Respon istrinya juga apatis banget, abis bunganya jelek seh hahaha... Dia bertahan terus walau berkali-kali telpon ayahnya saking bete dan putus asa menghadapi sikap dingin Cate. Ayahnya sangat luar biasa dalam menyemangati Caleb. Sampai di hari ke-23 ia sudah melakukan semua petunjuk dan istrinya datang mengutarakan kebingungan sekaligus kecurigaannya diakhiri dengan nada dingin bahwa dia tetap ingin bercerai. Caleb marah sekali dan ketika dia memutuskan mengakhiri semuanya, ayahnya berjanji akan datang esok hari.

Waktu ayahnya datang, Caleb mengutarakan rasa ga enaknya karena ayahnya tinggal jauh di luar kota. Mereka jalan-jalan di sebuah taman yang ada salib besar di tengahnya. Ayahnya kembali berusaha bicara tentang Yesus kepada Caleb. Caleb kembali memotong pembicaraan ayahnya karena merasa tidak ada relevansi antara pernikahan dengan Yesus. Ayahnya akhirnya menanyakan, "Apa yang kamu keluhkan tentang Cate?" Kurang lebih begini jawaban Caleb, "Cate tidak menghargaiku, Aku berusaha menjalankan semua yang ada di buku tapi responnya dingin, dia seperti meludahi semua perbuatan baik yang kulakukan untuknya, Aku menunjukkan ingin mempertahankan pernikahan kami tapi ia terus mencurigaiku, ia tidak menginginiku dan ia tidak mencintaiku." Tepat ketika Caleb menyelesaikan perkataannya, ia menatap ayahnya yang berdiri di bawah salib! Caleb terpana ketika ayahnya berkata, "Bukankah itu yang DIA terima dari kamu?" Caleb menggelengkan kepala dengan panik dan berkata, "Tidak seperti itu." Caleb terus menggelengkan kepala dan menunduk ketika ayahnya datang dan mengatakan, "Kamu tidak dapat mencintai Cate kalau kamu belum merasakan cinta Yesus dalam hidupmu. Sadarkah kau sekarang bahwa kau membutuhkan DIA?" Di momen itulah Caleb menerima Tuhan Yesus.

Cerita terus berlanjut, mengharukan melihat apa yang Caleb lakukan untuk terus mencintai Cate yang jelas-jelas menunjukkan tidak lagi mencintainya. Cate juga bukan seorang Kristen dan selalu menghindari topik pembicaraan tentang kebutuhannya akan Yesus. Gimana akhir cerita ini? Nonton sendiri lebih baik ya. Yang pasti gue setuju banget dengan pesan film ini: orang yang tidak pernah merasakan cinta Kristus yang luar biasa dalam hidupnya, tidak akan mampu mencintai orang lain seperti Kristus mencintai. Cinta manusia cenderung pamrih & menuntut balasan tapi cinta Kristus dibuktikan kepada kita justru ketika kita masih berdosa dan berbuat jahat padaNya. Orang di luar Kristus bisa aja bertahan dalam sebuah pernikahan karena berbagai sebab, tapi sesungguhnya pernikahan Kristen yang sesungguhnya (kasih yang berkorban bahkan di saat pasangan sepertinya tidak layak mendapat pengorbanan itu) hanya mampu bertahan bila orang yang di dalamnya telah merasakan anugerah Allah melalui cinta Yesus Kristus yang mati di kayu salib untuk manusia berdosa yang percaya padaNya. Gue rekom film ini buat mata kuliah terapi keluarga or Bimbingan Pra-nikah or Keluarga Kristen. Met nonton buat yang belum nonton & thanks to Ar yang udah minjemin film ini secara mendadak (ga merasa gue todong kan?) hehehe...

Kamis, 12 Maret 2009

Backpacker di Bandung

Bisa pergi ke Bandung 7-9 Maret kemarin adalah suatu anugerah. Jum'at 8 Maret gue kelupaan ada rencana ke Bandung (semua rute diurus si Mandra dan karena gue ga ngurus apa-apa, gue lupa mo ke Bandung), jadi gue udah terima tugas pelayanan plus rapat di Sabtu sore sampe malem. Sempet getar-getir tapi akhirnya Tuhan bukain kesempatan ada orang lain yang menggantikan dan untuk rapat gue bisa izin. Satu step sudah God bukain. Sabtu gue ke stasiun J7.30am mo pesen tiket buat siang eh tau-tau, tiket abis dan stasiun ruame banget. Gue lupa kalo longweekend! Dengan panik gue telpon Mandra dan kami sepakat go show aja di loket pembelian langsung so gue pulang dulu ke rumah (thanks God, rumah ga terlalu jauh dari stasiun).

J11 gue dateng lagi dan antri di loket pembelian langsung. Akhirnya j12.30 loketnya buka dan HORE, 1 step dibukain lagi oleh God, dapet tiket Argo gede boo (padahal udah sempet putus asa kalo naik bis dari UKI). Abis itu gue gerak cepet deh soale keretanya J14.20 & gue harus cari makan dulu. Gue baru dapet mie ayam, eh Mandra telpon gue bilang dia udah nyampe stasiun Jatinegara. Tapi ternyata tuh anak nyasar dan mikir stasiun Tebet adalah stasiun Jatinegara =cape deh=

Singkat cerita, kami berangkat ke Bandung dengan ati seneng. Sampe Bandung kami mulai hunting penginapan. Masak guest house harganya bisa sampe 700ribu/malam. Hari udah mulai gelap ketika akhirnya kami memutuskan dari Kebon Kawung naek angkot ke Jl. Riau. Nanya ama 3 orang, semua mengatakan bahwa Jl. Riau ga jauh dari Dago. Kami naek angkot yang distopkan oleh seorang satpam yang baik hati. Perjalanan lamaaaa banget dan perasaan gue mulai ga enak karena udah kayak keluar kota gitu. Lalu gue bilang ke sopir kalo kami mo ke Jl. Riau yang deket Dago. Sopirnya kaget dan bilang di Bandung ada banyak Dago, dia pikir kami mo ke Dago atas. Hahaha kami ketawa/i aja deh dengan missperception masing-masing. Sopir dan istrinya akhirnya putar balik ke arah kota lagi dan jadi tour guide bagi kami sepanjang perjalanan. Mereka menurunkan kami di jalan apa gitu deh yang katanya deket ama Jl. Riau yang kenyataannya, kami harus tanya 3 or 4 orang lagi untuk beneran sampe ke Jl. Riau hihihi (tapi jujur ga terasa jauh karena gue & Mandra chit-chat di jalan, gue jadi sedikit bisa merasakan perasaan orang Israel di padang gurun dalam kitab Bilangan). Kami sih ga terlalu cemas walau udah gelap/malem banget dan belum dapet penginapan. Kalo bener-bener kepepet kami bisa telpon banyak temen di Bandung tapi kami emang lagi niat banget merasakan jadi backpacker tanpa bantuan orang yang dikenal.

Tuhan memakai seorang satpam yang akhirnya mengetahui lokasi yang kami cari. Ternyata mengetahui bahwa nama penginapan yang kami cari benar-benar ada rasanya WOW! Seperti menemukan suatu tujuan baru. Seharusnya bangsa Israel tiap kali putus asa di padang gurun, tiap x memikirkan tanah kanaan, bisa merasakan semangat dan sukacita seperti yang kami rasakan! Tuhan kasih kami penginapan yang bersih dan murah yang berada di bawah departemen Pekerjaan Umum (Wisma PU yang namanya: Wisma Bina-Marga). Abis mandi, rasa cape kami ilang dan kami memutuskan cari makan. JALAN KAKI LAGE! karena kami berdua orang yang doyan jalan makanya langsing hahaha... abis dapet makan baru deh tidur dengan sangat nyenyak dan penuh syukur.

Sebenarnya secocok-cocoknya gue ama Mandra berteman dan sering keluar kota sama-sama, kami banyak perbedaan dan gue yang easy-going sering bikin Mandra yang tipe planning esmosi, kami sering beda pendapat dan kami sama-sama ngotot hihihi pokoknya kami belajar bernegosiasi deh gara-gara perbedaan kami. Kami sepakat ke GKI Maulana Yusuf dengan becak (karena semalam kami melewati gereja itu dan pikir lumayan jauh) daripada ke HKBP (ga ngerti bahasanya) or gereja Katolik deket penginapan. Seneng deh ke GKI di manapun sama, seperti ada di gereja gue sendiri :) Uniknya, ada angklung performance. Kerennnnn bangettt, gue baru kali itu liat pertunjukan angklung. Sampe menitikkan airmata melihat pemainnya udah pada tua (kayak komisi lansia). Gue lupa lagu apa yang dimainkan tapi sangat menyentuh perasaan dan gue mikir akankah Tuhan memberi gue kesempatan melayani sampai tua seperti itu?

Selesai ibadah, tadinya mo donor darah tapi karena rame dan Mandra udah panik takut kesiangan ke kawah putih, ya udah deh gue cari makan aja. Gue makan batagor ga cukup, lalu cari pecel+sate ayam. Mandra ampe geleng-geleng dengan muka takjub dan nanya apa gue lapar banget. Ya iyalah, gue makan banyak gitu kalo ga lapar apa namanya? Perut sudah diisi, kami nunggu bis ke Leuwi Panjang. Sampe LP, kami naek LX300 ke Ciwideuy. Ampun deh, LX300 tuh diisi 17 orang (belum termasuk sopir & 2 anak kecil), penuh sesak, penumpang ditumpuk kayak ikan teri. Cowok di sebelah gue yang kasian karena berbadan besar dan harus melipat diri selama 2jam booo, gue aja yang imut ini merasa pegel luar biasa, apalagi dia ya? Mandra rajin ngobrol ama orang-orang sementara gue memilih tidur aja deh.

Bangun-bangun dah sampe Ciwideuy dan nyambung angkot lagi ke kawah putih. Di tengah perjalanan, ujan gede banget dan angkot penuh sesak ama semua orang. Baru kali itu gue melihat angkot kecil diisi 20 orang plus barang gede-gede! (angkot yang mirip dengan di Jakarta yang biasanya muat 15 orang doang). Kasian banget deh kenek angkotnya, kena hujan deras banget. Menjelang 3km dari kawah putih macet total sehingga perjalanan luama buanget di angkot (yang thanks God, penumpangnya udah banyak yang turun). Ada bis yang mogok di jalan berliku yang sempit, ada mobil yang kehabisan bensin, dll. Gue dan Mandra pisah duduk jadi kami melakukan pengamatan yang berbeda. Gue lebih mengamati sopir dan kenek bersikap dalam kemacetan total sementara si Mandra mengamati para penumpang. Gue baru tau kenapa Tuhan izinkan gue makan banyak banget paginya! Gue ga bisa makan siang di angkot, si Mandra mo bagi lontongnya tapi gue ga tega makan jatah dia yang emang cuma dikit.

Biasanya kalo kelaparan gue akan cepat darting alias darah tinggi tapi thanks God, waktu itu cuma lemes aja karena J4an sore kami baru sampe di danau Situpatenggang (catat! ga jadi ke kawah putih!). Berapa lama di jalan? >5jam! Itu udah bisa pulang pergi Jkt-Bdg-Jkt.. menakjubkan! Ada penumpang yang sama-sama kami sejak dari Leuwi Panjang, mereka turun di tengah jalan dan memilih pulang kembali ke Bandung sementara gue dan Mandra ngotot udah kepalang tanggung. Yang bikin kami rada nyesel sebenarnya adalah kami ga bawa ransel dan rencana kembali ke Wisma PU, padahal rencana awal yang sempet didiskusiin: bawa aja ransel dan nti cari penginapan di daerah Ciwideuy. Ada 1 ibu bersama anaknya yang baik luar biasa dan menawarkan rumahnya karena dia kuatir liat gue dan si Mandraw pulang malem dari Situpatenggang tapi kami dengan menolaknya dengan hati terharu.

Di Situpatenggang kami puas-puasin deh istirahat dan hmm udah berapa lama ya gue ga ke sana? Bagus euy padahal terakhir pergi (>10 th yl kali ya) ga terlalu bagus, mungkin karena cape banget di jalan jadinya danau Situpatenggang jadi luar biasa indahnya hehehehe... Pulangnya hahaha kami naek angkot yang sama, kami ketawa/i dengan sopir dan keneknya, ga nyangka mereka nungguin kami. Dan macet lagi pulangnya! Gue tidur aja deh. Dari Ciwideuy ke Leuwi Panjang gue & Mandra pengalaman ga mo duduk di belakang lagi kelipet kayak lepet, kami duduk di depan bersama sopir. Tiba-tiba naiklah 2 perempuan, yang 1 gemuk banget. Si Mandra bisik-bisik ke gue, "Jangan sampe dia duduk di depan bareng kita nih." Kursi di samping sopir muat 3 orang dan eng ing eng bener aja, yang super gemuk itu duduk di depan! Habislah si Mandra kejepit di antara gue & cewe gemuk itu. Gue nyengir aja deh karena posisi gue ga separah Mandra. Gue bisa tidur lagi karena terasa capek. Cewe gemuk itu ternyata doyan ngobrol dan sepanjang perjalanan ngobrollah dia dengan Mandra. Karena gue tidur gue diceritain Mandra di penginapan bahwa kisah si cewe itu (plus temennya) ternyata juga cukup dramatis sebagai backpacker pertama kali di Bandung. Dan mereka juga dari Jakarta. Seru juga tuh kayaknya percakapan mereka, tapi gue seneng sih bisa tidur di tengah percakapan mereka yang katanya seru hihihi... Pokoknya kami bisa sampe penginapan lagi deh walau malem banget. Kasian Mandraw yang harus berjaga-jaga dalam perjalanan sehingga Senin pagi dia bangun siang sementara gue bangun pagi dan sangat segar hahaha...

Ternyata jadi backpacker di Bandung Minggu lalu membuat gue belajar beberapa hal:
1. Belajar percaya bahwa Tuhan menyediakan segala kebutuhan gue sesuai waktu dan kehendakNya (step-stepNya unik)
2. Belajar percaya bahwa masih banyak orang baik di dunia (ga mandang agama, suku, ekonomi, usia & pendidikan -apalagi politik hihihi-)
3. Belajar puas & bersyukur dengan keadaan sendiri (mata gue seperti dibukakan kembali melihat banyak orang melalui banyak kejadian)
4. Belajar bekerjasama dengan Tuhan untuk mewujudkan keinginan (ada bagian Tuhan dan ada bagian gue dalam mewujudkan apa yang gue inginkan).
Jadi backpacker with God lagi? hmmm siapa takut?!
^_^

Senin, 02 Maret 2009

Slumdog Millionaire


Gue udah tertarik nonton sejak dinominasikan 10 Oscar dan tambahan lagi, Sam rekomendasiin film ini di YC. Akhirnya, Sabtu kemaren gue bertekad buat nonton j2.30pm di MOI eh tau2nya j2.15pm, selesai pelatihan guru-ortu, gue baru bisa go dari kantor! Panik banget, udah ujan, gue nunggu taxi ga lewat-lewat sampe 3 orang kantor ikutan prihatin ama gue hehehe thanks God, gue yang ekstrovert, kebiasaan menyebarkan pokok doa ke teman-teman via sms karena di dalam taxi abis doa pun kejebak macet, booo! Dari situ, God kirim teman yang kebetulan lagi kejebak macet di depan MOI untuk langsung menelepon gue & menawarkan pertolongan masuk ke MOI & beliin tiket dulu buat gue! Jadi, begitu sampe MOI, gue langsung masuk teater karena film sudah dimulai (untungnya, belum terlalu lama). Two thumbs up buat film ini, ga heran memenangkan 8 Oscar!

Ringkasan ceritanya tentang seorang pemuda miskin bernama Jamal Malik yang memenangkan 10 Juta Rupee dalam acara kuis Who Wants To Be A Millionaire (versi Indonesia, dipandu Tantowi Yahya). Aslinya di India, kuis ini dipandu oleh Amitabh Bachchan, tetapi di film diperankan oleh aktor yang mirip (entah karena film ini ga sanggup bayar Amitabh Bachchan, or karena si Amitab Bachchan ga mo berperan jadi pemandu kuis yang "paranoid" itu he
hehe). Slumdog itu ternyata artinya anjing kumuh, sebutan untuk gelandangan. Karena Jamal seorang slumdog, si pemandu kuis curiga Jamal curang sehingga memanggil polisi. Kasian banget deh si Jamal sampe disetrum, disiksa oleh polisi. Dari adegan ini, di India gue rasa ga berlaku azas "praduga tak bersalah" tetapi sebaliknya: "praduga bersalah" sampai tersangka terbukti tidak bersalah. Film ini penuh flashback yang menceritakan kisah masa kecil & remaja Jamal yang membuatnya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuis. Berikut pelajaran yang bisa diambil dari adegan-adegan yang ada:

1. Pertanyaan pertama dari kuis: "Siapa aktor India terkenal tahun 70-an?" Jam
al bisa jawab karena di masa kecil, Jamal lagi berlama-lama "nongkrong" WC umum, sampe kakaknya (Salim) yang terima bayaran dari WC umum, harus kehilangan pelanggan yang mo pake tuh WC. Salim bete dan mengunci Jamal di WC waktu ada helikopter yang mengantar Amitabh Bachchan ke kampung kumuh mereka. Akhirnya, Jamal dengan menatap foto Amitabh Bachchan, membulatkan tekad keluar dari lobang pembuangan kotoran manusia! Dengan badan penuh kotoran dari ujung kepala sampe kaki, Jamal berhasil mendekati Sang Idola tanpa kesulitan karena semua orang yang berkerumun langsung menyingkir & memberi jalan buat Jamal yang berlumuran kotoran meminta tandatangan sang idola hahahaha ini adegan sangat kocak. Gue kagum ama kecerdasan Jamal dan yang pasti: SEMANGAT TIDAK MENYERAH SAMPE MENDAPATKAN APA YANG DIINGINKANNYA DENGAN MENGORBANKAN DIRINYA SENDIRI. Dari kecil aja udah begini, gue sangat antusias menyaksikan pelajaran-pelajaran berikutnya dari seorang Jamal. Sebenarnya, Salim (kakak Jamal) juga punya semangat mendapatkan apa yang diinginkannya tapi dengan cara mengorbankan orang lain! (ia menjual foto bertandatangan artis yang notabene milik Jamal itu). Di sini udah mulai tampak perbedaan karakter kedua kakak-beradik ini.

2. Pertanyaan kuis kedua, gue lupa tapi sangat gampang tapi justru Jamal ga bisa jawab dan menggunakan bantuan "ask the audience" (yang suka nonton kuis ini, pasti ngerti maksudnya). Sang Inspektur polisi yang memeriksanya berkata, "Anakku yang umur 5 tahun aja bisa menjawabnya, kenapa kamu ga bisa?" Jamal menjawab dengan memberikan banyak pertanyaan balik kepada inspektur yang tak satu pun bisa dijawab si polisi dan akhirnya Jamal mengatakan "Semua anak umur 5 tahun di daerahku bisa menjawab itu." Pelajaran: Tiap orang unik karena dibesarkan dari latarbelakang keluarga, pendidikan dan ekonomi yang berbeda-beda. Seseorang yang pandai di satu bidang, belum pasti pandai di bidang yang lain, dan sebaliknya. Don't judge a book by it cover kayaknya berlaku di sini deh.

3. Ada pertanyaan, "Apa yang dipegang oleh tangan patung Rama?" Ini melempar penonton ke adegan Jamal kecil sedang main bersama Salim sementara ibunya mencuci baju di sungai. Tiba-tiba ada kerusuhan mencekam antara pengikut Hindu-Islam. Jamal menyaksikan ibunya meneriakinya untuk lari menyelamatkan diri dan dengan mata kepalanya, ia menyaksikan ibunya dibunuh. Ketika ia dan Salim melarikan diri, ia bertemu patung Rama (or anak kecil yang dijadikan patung ya?), kejadian itu sangat terekam otaknya karena ia jelas melihat Rama itu menggenggam apa. Jamal dengan sedih berkata di depan polisi, "Aku berharap seandainya aku tidak tahu jawaban pertanyaan itu. Jika waktu itu aku tidak bertemu Rama, mungkin ibuku masih hidup." Lanjutan kejadian itu, Jamal & Salim berjumpa dengan Latika, anak perempuan gelandangan yang kehilangan keluarganya gara-gara kerusuhan. Salim tidak ingin membawa Latika sementara Jamal yang lembut hati tidak tega menyaksikan Latika kehujanan dan mengizinkannya bergabung. Akhirnya mereka bertiga hidup sebagai gelandangan. Pelajaran: Jangan biarkan kesulitan hidupmu menghalangimu merasakan kesulitan orang lain. Konsep Jamal: "Menggandeng orang lain yang sedang kesulitan akan membagi dua kesusahan (mengurangi kesulitan)." Sementara konsep Salim: "Kesulitan orang lain akan membuat kesulitan hidup kita bertambah jadi double." Yang mana konsep gue & lu? ^_^

4. Pertanyaan "Siapa pengarang lagu ... ?" (gue lupa hihihi). Jamal mengingat masa kecilnya sebagai 3 slumdog yang "ditemukan" oleh Maman. Mulanya mereka berpikir kalo Maman seorang malaikat padahal mereka sedang direkrut buat jadi pengemis jalanan (kayak di Jakarta banget gitu loh). Nah, Maman punya rencana khusus buat anak yang mampu nyanyi (salah satunya Jamal). Salim ga bisa nyanyi tapi punya bakat jadi mafia jadi Maman mengangkatnya untuk ngatur anak-anak lain. Salim liat dengan mata kepalanya sendiri salah seorang anak yang sangat pandai nyanyi, dibius lalu matanya dikasih air keras dan dikorek. Ketika Salim muntah-muntah, Maman menyuruhnya memanggil Jamal. Salim yang kaget disuruh Maman memilih mo jadi gelandangan or mo jadi seperti dirinya yang "laki-laki sejati". Salim mengangguk dan memanggil Jamal yang lagi latihan nyanyi ama Latika. Jujur gue deg-deg-an banget menyaksikan adegan ini. Jamal ditanya mo nyanyi lagu apa (Latika ngintip di luar gedung). Jamal sebutkan judul lagunya, dan Maman tersenyum sambil bilang pengarang lagu itu. Ketika Jamal nyanyi, Maman kasih kode ke Salim untuk ambil cawan berisi air keras (buat membutakan mata Jamal). Salim ambil air keras dan tiba-tiba ia melempar air keras itu ke muka bawahan Maman. Salim lari sambil teriak nyuruh Jamal ikut lari. Latika di luar pun ikut lari bersama mereka. Salim tidak berhenti sampai ia naik ke sebuah kereta api yang berjalan dan Jamal pun berhasil mengikutinya naik. Latika berhasil menggenggam tangan Salim tetapi Salim yang licik melepas tangan Latika sehingga akhirnya Latika tertangkap oleh Maman, dkk. Pelajaran: Salim licik dan akan berbuat apa saja demi keselamatan diri dan adiknya. Gue agak merinding menyaksikan adegan ini soale gue mikir kalo gue dihadapkan pada kasus yang mirip, apa pilihan gue? Apa gue akan mengorbankan orang lain untuk keselamatan gue & keluarga? Gpp orang lain tertangkap, gpp mengumpankan orang lain, yang penting diri sendiri & keluarga aman? Di saat darurat dan sulit menyelamatkan semua pihak, apakah gue akan membuat prioritas seperti Salim?

5. "Foto siapa yang tercetak di uang 100 US Dollar?" Semua orang ga ada yang percaya Jamal seorang miskin dan tukang saji teh (Chaiwallah) bisa mengetahui jawabannya, dari mana Jamal bisa tau? Emangnya dia pernah liat uang 100 USD? Adegan bergulir ke masa Jamal remaja yang gelandangan dan terdampar ke deket Taj Mahal. Banyak adegan kocak di sini, mencerminkan lagi kontrasnya karakter Jamal yang jujur dan Salim yang culas dalam hal sama-sama mencari uang buat hidup. Jamal jadi tour guide, tukang foto, kerja di resto, dll. Paling berkesan buat gue adalah Jamal mengajak orang bule dari Taj Mahal ke "binatu terbesar di dunia". Buset deh, si Jamal ngajak turis liat orang India lagi rame-rame nyuci & jemur baju di kampung yang kumuh (kreatif banget ya?). Sementara Jamal lagi mengajak turis keliling, Salim mengerahkan para pemuda kampung untuk mempreteli mobil si turis (jadi kayak gembong pencuri kendaraan bermotor di indonesia gitu). Jamal shock ketika mengantar turis kembali dan melihat mobil tinggal rangkanya doang. Dia digebuki oleh pemandu lokal yang mendampingi turis selain dirinya. Jamal berkata, "Jika kamu ingin melihat India, beginilah India yang asli." Bule wanita kasian ama Jamal dan menyuruh suaminya memberikan uang tips untuk Jamal. Di situlah Jamal mendapat uang 100 USD. Jamal tidak pernah membelanjakan uang itu. Tetapi Jamal terus mencari Latika, dan bertemu dengan seorang pengamen buta yang sedang menyanyi. Jamal memberikan uang 100 USD ke anak itu. Awalnya si buta mencium uang itu lalu menanyakan nominalnya. Ketika Jamal menyebutkan 100 USD, si buta menguji, "coba ceritakan gambar yang tertera di uang itu." Jamal menyebutkan ciri-ciri orang yang tercetak di uang itu. Anak buta itu langsung berteriak, "Benjamin Franklin! Kau tidak membohongiku, sahabatku Jamal." Anak itu ternyata mengenali suara Jamal dan mengatakan kalo Jamal sangat beruntung berhasil melarikan diri dari Maman sementara dirinya tidak seberuntung Jamal. Jamal mendapat info di mana Latika dari anak buta itu. Pelajaran: Berbelaskasihanlah kepada semua orang yang tidak seberuntung dirimu. Jamal yang miskin masih bisa memberikan uang 100 USD ke seorang anak buta padahal kalo dipikir lagi, sebenarnya Jamal mungkin bisa menggunakan uang itu untuk dirinya sendiri, ia memilih memberikan uang itu kepada orang lain. Akhirnya Jamal & Salim berhasil bertemu Latika yang sedang belajar menari di rumah prostitusi. Salim yang dari kecil udah bakat preman, dengan tak ragu sedetikpun, membunuh Maman dengan pistol. Mereka bertiga kabur dengan membawa uang Maman. Salim pergi melaporkan dirinya sudah membunuh Maman ke gembong mafia dan akhirnya ia diangkat jadi kaki tangan mafia itu. Salim kembali ke hotel tempat Latika & Jamal berada, lalu memaksa Jamal pergi dari hotel dengan menodongkan pistol ke kepala Jamal. Latika yang tidak ingin Jamal dibunuh, mengalah dan membiarkan dirinya bersama Salim.

6. Ada pertanyaan "Siapa yang memenangkan pertandingan ...?" (gue lupa lagi pertanyaannya hehehe). Ini melempar Jamal ke momen ia berjumpa lagi dengan Latika yang sudah menjadi istri simpanan si gembong mafia atasannya Salim. Si gembong akhirnya nonton pertandingan tapi karena Jamal hanya konsen pada Latika, ia tidak memperhatikan pertandingan dimenangkan oleh siapa. Lalu pikiran Jamal juga berlanjut ke Latika yang ingin lari bersamanya di stasiun tapi tertangkap oleh Salim dan antek-antek si gembong mafia. Pipi kiri Latika terluka oleh pisau Salim. Semua masa lalunya, tidak ada yang membawanya ke jawaban dari pertanyaan yang diajukan padanya. Ketika di toilet, waktu jeda, Jamal bercakap-cakap dengan sang pemandu kuis. Jamal mengakui bahwa ia tidak mengetahui jawabannya dan ia akan gagal. Si pemandu kuis menyakinkan Jamal bahwa Jamal pasti menang, lalu ia keluar dari tolet. Jamal yang mo cuci tangan melihat di kaca wastafel huruf "B" yang ditulis oleh si pemandu kuis dengan uap panas air wastafel. Jamal kaget banget. Dia kembali ke "kursi panas" dengan ditonton banyak orang dengan wajah linglung. Dia menatap si pemandu kuis dan mengatakan tidak tahu jawaban apa yang harus diberikan, dia minta bantuan "50-50" dan yang dihilangkan oleh komputer adalah pilihan A & C. Kasian banget deh si Jamal. Gue mikir wajar kalo Jamal jengkel. Kekerasan hatinya membuatnya "menolak" dan memilih jawaban yang bertolakbelakang ama "bocoran dari si pemandu kuis".


Masih banyak lagi yang bisa dipelajari dari film ini. Gue pengen nulis tapi kayaknya udah kepanjangan. Kalo dipikir-pikir ide cerita film ini mirip dengan Tetraloginya Laskar Pelangi si Andrea Hirata. Orang yang punya mimpi, berani memperjuangkan bukan hanya mimpinya tapi juga cintanya. Tujuan Jamal ikut kuis Who Wants To Be Millionaire adalah agar Latika (orang yang dicintanya sejak kecil) menemukannya. Cinta Jamal benar-benar membuat gue geleng-geleng kepala, ia tetap menantikan Latika setelah ia menjadi milyuner, bahkan setelah Latika jadi istri simpanan seorang gembong mafia Hongkong eh India denk hehehe.

Pertanyaan yang muncul: bagaimana lingkungan yang buruk itu tidak mampu menghilangkan karakter Jamal yang seperti berlian ini? (si Jamal ini ga pernah dishoot sedang sholat loh). Gue melihat satu hal yang indah: Jamal tidak pernah melenyapkan masa lalunya, ia mengingat semuanya dan belajar bertumbuh melalui masa lalunya sehingga akhirnya ia mampu mengolah masa lalunya menjadi batu loncatan menuju kesuksesan di masa depan. Pertanyaan terakhir gue: adakah pria seperti Jamal di dunia realita ini? Kalo ada, tolong dipaketin 1 ke rumah gue (nti gue mati-matian ajarin bahasa indonesia deh) hahaha... Petuah HM ke gue bergaung di telinga: pria impian seperti itu, yang riil pasti belum lahir ke dunia atawa udah mati, booo...

Rabu, 25 Februari 2009

The Value of A Good Idea

Itu judul bab 10 dari buku Bill Hybels yang berjudul ax.i.om [ak-see-uhm] yang dijadikan pegangan KTB coreteam, KTBnya para hamba Tuhan (oya, Bill juga ngarang buku lain yang berjudul Courageous Leadership). Nah, pagi ini kami seperti biasa mendiskusikan apa yang dapat kami terapkan sebagai pemimpin di yayasan tempat kami melayani bersama.

Dari sharing Bill Hybels, gue mencatat beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pemimpin berkaitan dengan good idea, yaitu:
1. Mencari ide = mencari kehendak Allah. Itu membutuhkan kerjasama antara Allah dengan kita, yaitu: menyediakan waktu mendengarkan suara Allah dan dengan rendah hati, membiarkan Allah memakai semua hal yang dititipkanNya pada kita untuk mengeluarkan ide itu (termasuk otak dan hati kita). Kami sempat mendiskusikan: seberapa jauh sebuah ide disebut orisinil? Apakah kalo ide itu berasal dari gabungan-gabungan buku dan media lain yang diserap otak kita, itu bukan ide yang orisinil? Apakah hanya ide dari Tuhan saja yang seakan orisinil? Kami kembali ke kitab pengkhotbah: "Tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari. Yang sekarang ada, dahulu sudah ada. Hanya Tuhan yang sanggup menciptakan sesuatu dari yang 'benar-benar' baru." Jadi, jangan kuatir apakah ide itu orisinil dari dalam diri karena melihat fakta, berita, informasi dari buku, dll, yang penting bagaimana mengolah ide tersebut sesuai kebutuhan yang dihadapkan pada kita. Paling penting adalah cari kehendak Tuhan dengan sikap rendah hati (ini mengantar ke poin berikutnya).

2. Seorang pemimpin tidak harus menjadi pencipta/pencetus ide terus-menerus, tetapi harus mampu menstimulasi agar orang lain dapat menciptakan ide-ide lalu memfasilitasi agar ide-ide orang lain berkembang menjadi semakin tajam dan fokus dalam penerapannya. Leaders traffic in idea creation. Untuk itu, diperlukan sikap kerendahan hati, keterbukaan dan kemampuan negosiasi yang baik dari seorang leader. Original idea kadang perlu dipertajam, dipoles, didiskusikan ulang dengan cara yang tepat sehingga tidak mematikan ide/meruntuhkan semangat si pencetus ide. Sebenarnya di sini gue melihat lagi rasa aman (tingkat security) seorang pemimpin atau pencetus ide itu harus besar. Gue ambil contoh waktu gue pelayanan ke kalimantan. Udah cape-cape bikin acara bertiga, lusa sudah mo go to Kalimantan, eh tiba-tiba GM ngomong panjang-lebar ke gue tentang acara rekonsiliasi yang kami (tim) rencanakan. Abis dia ngomong, besoknya, gantian, pendiri yayasan dateng ngomong ke gue, isi pembicaraan mirip (bayangkan, besoknya kami harus go to Kalimantan). Awalnya gue pikir, "Wah, mereka ini sangat kuatiran, di mana mereka mo kasih Tuhan berperan dalam pelayanan milik Tuhan ini?" Tapi gue ga ngomong begitu sih ke mereka hehehe, gue hanya mengkomunikasikan alasan semua ide dan keputusan yang diambil selama ini. Lalu sebagian ide mereka yang emang bagus & bisa dijalankan, yah akan dijalankan. Sisa "ide mereka" yang juga bagus, akan menjadi rambu-rambu bagi kami untuk peka mendengarkan perintah Roh Kudus langsung di lapangan (dengan kata lain, kami bersedia wait & see). Thanks God, mereka berdua adalah orang-orang yang terbuka dan mau mendengarkan pendapat dan beban orang lain juga. Gue beruntung menghadapi orang-orang yang berpikir panjang tapi tetap terbuka, tidak mematikan ide orang lain. Mereka mendoakan kami dan puji Tuhan, ide itu akhirnya jalan dengan sangat baik, kami sama-sama melihat karya Tuhan yang luarbiasa. Kasus ini memberi contoh bahwa WALAU salah satu pihak yakin akan idenya berasal dari Tuhan, tetap perlu mendengarkan pendapat orang lain yang kita tahu mereka pun berusaha mendengarkan Tuhan. Ciri orang yang mendengarkan Tuhan adalah rendah hati dan siap menarik ide yang dilontarkan jika ternyata bukan dari Tuhan. Waktulah yang akan menguji baik orangnya maupun idenya.

Gue rasa 2 poin di atas udah cukup panjang dijabarkannya ya. Kesimpulan gue: 1. Ide yang bagus perlu didukung, 2. Ide bisa dikatakan bagus atau tidak, sesuai kehendak Tuhan atau tidak, kadang perlu diuji oleh waktu dan kesempatan untuk trial & error (butuh disiplin, komitmen dan kerendahan hati), 3. Ide yang "kurang" bagus, sediakanlah waktu untuk brainstorming dengan sekelompok leader (libatkan para decision maker sejak awal, jangan di akhir doang) yang punya hati dan otak, maksudnya: otak untuk mempertajam ide menjadi lebih down to earth PLUS hati untuk menyampaikannya dengan mempertimbangkan perasaan banyak pihak.

Yah gitu aja deh, tulisan ini mengutarakan isi hati gue yang penuh syukur karena berada di ladang pelayanan yang membuat gue bertumbuh, bukan hanya karakter, tapi juga skill dengan memberikan banyak kesempatan dan juga batasan. Peace... Peace... ^_&

Kamis, 19 Februari 2009

Gubrakk!!

Kemaren malam, gue ke Farmer's, nyokap minta dibeliin buah. Seperti biasa, gue jalan dari kantor, masuk dari MKG3 dan berjalan dengan cepat. Lalu mata gue terbelalak menyaksikan 1 stand. Saking tertariknya, sementara kaki gue jalan terus ke depan, mata gue nengok ke belakang terpaku ama stand itu, tiba-tiba.... GUBRAAKKKK!!! Duh gue nabrak 1 tante. Gue kaget banget soale gue sama sekali ga memperlambat langkah walau mata gue liat ke stand yang makin menjauh di belakang gue. Gue langsung say sorry ke si tante dan langsung ga enak liat muka si tante yang kaget plus bete gitu ditabrak gue.

Sebenarnya kalo gue pikir ulang, si tante juga salah. Kalo dia "pake matanya dengan lebih baik dari gue", dia pasti bisa menghindari orang yang mo nabrak. Gue rasa si tante juga "meleng" kayak gue (mungkin aja dia nunduk sambil jalan jadi gue yang segede gini bisa nabrak dia). Yah, whatever deh, gue ga mo cari kambing hitam dari kejadian ini. Gue cuma ga abis pikir, bisa-bisanya gue nabrak orang :=.=: Ada 2 hal yang terjadi sebenarnya:

1. Mata gue terbuka lebar memperhatikan (seharusnya ini syarat untuk tidak nabrak ya?). Sayangnya, mata gue mengarah pada fokus yang berbeda dengan fokus kaki gue. Sebenarnya gpp kalo gue mo ganti fokus dari Farmer's ke stand itu (mampir bentar). Barang yang didisplay itu menarik karena gue butuh, stok di rumah udah hampir abis, tapi selama gue merasa barang di rumah benar-benar belum abis, gue akan mikir 1000x buat beli yang baru karena itu hanya kebutuhan sekunder, tanpa itu pun gue masih bisa menjalankan seluruh hidup gue dengan normal. Lucu juga sih dalam waktu <1menit, otak gue udah bisa menyuruh kaki gue tetap jalan ke Farmer's tetapi hati gue menyuruh mata gue melihat ke stand itu terus. Ada 2 fokus yang gue mau badan gue jalani, rakus amat ya?

2. Kaki gue melangkah ke fokus awal dengan cepat. Ini bukan hanya menggambarkan gue yang pengen cepet-cepet kabur dari godaan (setia ama fokus awal). Ini lebih menggambarkan karakteristik gue yang tidak suka berhenti. Gue yakin kalo gue berhenti pun gue akan bisa mengatasi godaan untuk membeli barang yang belum urgent. Jadi, jalan terus adalah pilihan yang berlaku hampir dalam seluruh aspek hidup gue. Apapun yang terjadi, gue terbiasa tidak berhenti. Dan sungguh, ini bisa dikatakan sebagai satu kekuatan sekaligus kelemahan gue. Minggu lalu ketika gue sakit, gue benar-benar bersyukur karena akhirnya Tuhan stop gue dari semua aktivitas yang ada. Gue yang apa-apa mau cepat, harus belajar untuk STOP di saat emang harus stop.

"Mata dan kaki harus sinkron, sama seperti otak dan hati." Kalo ga sinkron, dalam contoh sepele, ya nabrak kayak yang gue alami dengan si tante itu. Agak menyakitkan lah, nabrak si tante. Pasti lebih menyakitkan lagi kalo nabrak Ade Rai hahaha just kidding... pasti lebih nyakitin akibat otak dan hati ga sinkron. Akan ada banyak kemarahan dan ketidakpuasan yang terpendam ketika otak berusaha mempertahankan logikanya sementara hati merasakan yang lain. Kalo dipendam terus yah paling-paling muncul darting (darah tinggi) or parahnya ya stroke. Kalo dikeluarin dengan tidak tepat yah kasian aja orang-orang di sekitar yang kena imbas. Ini namanya cari penyakit susah sendiri ^_^

Gue teringat ucapan mentor gue: "Stel, Jangan sampe hati lu teriak-teriak mengejar otak lu, 'Tunggu...tunggu... tungguin gue donggg!' sementara otak lu udah lari entah kemana." Atau ucapan dosen gue ke temen yang lain: "Jangan sampe hati lu lari dengan cepat lalu otak lu teriak-teriak, 'Ngapain sihh lu ke sono, cari penyakit aja deh?!'" Hati dan otakku tersayang, jalanlah bareng-bareng. Soale, kapok nih nabrak....gubrakkk!!!

Rabu, 18 Februari 2009

Masa Lalu Bukan Keselaluan

Waktu mempersiapkan topik "Masa Lalu Bukan Keselaluan" dengan bahan dasar buku Pak Yohan, gue merasa harus memecahnya menjadi 2 kali pertemuan. Dalam pertemuan pertama, gue minta kelompok untuk membuat SRH (Skema Riwayat Hidup) sampai tahun 2008. Karena masa lalu akan menjadi keselaluan selama belum disadari. Suatu pola yang sama akan terus berulang di masa yang akan datang jika belum ada "pencerahan" dampak sebuah masa lalu.

Singkat cerita, di pertemuan kedua, gue mo kelompok menang atas masa lalu dengan mensharingkan pencerahan yang mereka dapat melalui PR mengerjakan SRH itu. Terakhir, adalah tantangan untuk keluar dari pola masa lalu yang telah disadari. Gue bagiin kertas dan tiap orang menulis pola negatif dari masa lalu yang telah disadari. Setelah itu, gue kasih tiap orang masing-masing 1 balon (upss ini ngambil balon Tura punya nih, minta ya...tura kan murah hati hehehe).

Kemudian tiap orang memasukkan kertas yang sudah digulung kecil ke dalam balon lalu meniup balon. Setelah itu sebagai wujud mereka mau lepas dari pola masa lalu yang negatif, mereka harus memecahkan balon dengan usahanya sendiri, sebisa mungkin tidak menggunakan alat selain diri mereka sendiri. Gue kasih contoh dengan menduduki balon yang berisi pola gue sendiri. Kocaknya, tuh balon ga pecah gue duduki, malah gue yang terpental ke belakang (rawon yang gue makan siang itu ga cukup membuat gue bertahan didorong balon hehehe).

Setelah itu, kami saling mengamati tiap orang dalam kelompok. I dengan cepat memecahkan balon dengan menggunakan kuku. G juga menyusul, gue ga abis pikir kenapa 2 cowo itu punya kuku lebih panjang dari para wanita dalam kelompok . Cukup mengagetkan ketika melihat N menggunakan tangan dengan tidak ragu-ragu, muka memancarkan tekad, langsung memencet balon sampe pecah.

Yang kocak waktu As berusaha memecahkan dengan menginjak eh tuh balon ga pecah-pecah, dia dorong2 ke tembok juga ga pecah, balonnya alot banget sampe akhirnya dengan muka gemas, dia menggunakan tangan, memencet balon lalu ekspresi puas tergambar di wajahnya setelah balon itu pecah. Di saat bersamaan, Y juga meremukkan balon dengan tangannya langsung.

Lain dengan E yang dari awal menyaksikan orang-orang memecahkan balon, langsung menutup telinga dan berkata, "Gue takut, pecahin dong balon gue." Sampe akhirnya dengan dorongan teman-teman, E menutup telinga dan pasang muka pasrah, menduduki balon dengan mata terpejam. Eh balonnya mental kayak kejadian gue hahaha dia menepuk-nepuk dada berusaha menenangkan diri dan mengulang lagi dengan ekspresi yang sama. Akhirnya balon E juga pecah. Hanya L yang menggunakan pensil tajam untuk menusuk balon karena balon yang ditiupnya kecil banget, mo diapain juga ga akan pecah selain ditusuk.

Terakhir An yang memeluk balon dengan wajah tak mau kehilangan. Dia ga rela banget ketika semua orang menanti dia memecahkan balon. Dia bilang, "Sayang ini balon, bisa buat anakku." Geli banget deh, gue langsung mikir, "Buset, begini nih kalo seorang bapak mo mewariskan segala hal ke anak, termasuk hal-hal negatif (secara ga sadar)." Tapi setelah didorong-dorong, An mencubiti balonnya sampe berlubang dan balonnya ga meledak, kempes dengan cara yang tidak mengagetkan seperti yang lain.

Gue nulis ini karena dari cara mereka memecahkan balon, dari ekspresi mereka, dari celetukan-celetukan yang mereka keluarkan selama proses ini berlangsung, juga dari komentar perasaan mereka setelah berhasil memecahkan balon, sedikit-banyak, terbaca profile mereka. Yang pasti, kami semua bertepuktangan untuk diri sendiri yang telah berhasil memecahkan balon itu. Semua mempertanyakan, "Yah, bu... kertasnya masih ada nih, keluar lagi dari balon yang udah pecah!"

Gue tertawa dan berkata, "Yup, bener banget! Kertas berisi pola masa lalu yang ingin dihancurkan itu akan tetap ada. Itu mencerminkan bahwa masa lalu tidak bisa dihilangkan. Masa lalu akan selalu menjadi bagian hidup kita. Yang kita hancurkan adalah pola negatif dari masa lalu. Jadi, kita bertekad kita ga mau masa depan kita dipengaruhi lagi oleh pola negatif masa lalu. Ketika memecahkan balon itu ada rasa takut, rasa sakit ketika balon meledak. Meninggalkan pola negatif masa lalu pun menyakitkan dan kadang menakutkan tetapi ingat bahwa kalian telah menghancurkan balon tadi, ada tekad yang kuat dalam diri kalian untuk menang atas masa lalu. Masa lalu bukan keselaluan!"

Perkataan Paulus dalam Filipi 3:12-14 menutup topik ini: "Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, Tetapi ini yang kulakukan: Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Ayat ini sungguh hanya dapat berlaku bagi orang-orang yang justru berani membereskan masa lalunya sehingga masa lalu tidaklah menjadi suatu keselaluan.

Rabu, 11 Februari 2009

Silence (Hening)

Buku karya Shusaku Endo berjudul SILENCE cukup menarik untuk dikaji karena banyak memberikan sudut pandang dan pergumulan seorang pastur bernama Rodriguess atas penganiayaan terhadap orang Kristen di Jepang dulu. Ketika penganiayaan terhadap orang Kristen itu terjadi, seakan Tuhan itu diam dan berpangku tangan saja. Ada beberapa self-talk Rodrigues:

1. Tuhan Yesus bisa mengambil Yudas menjadi muridNya walaupun tahu akhirnya Yudas akan mengkhianatiNya. Kenapa? Rodrigues masuk seminari dan tetap tidak menemukan kenapa Allah memilih Yudas seakan sebagai kambing hitam dari kemuliaan Salib Kristus. Kalau begitu, sial banget nasib Yudas yang ditentukan binasa oleh Allah dalam usahaNya menyelamatkan dunia. Dalam hidupnya, Rodrigues belajar memposisikan diri sebagai Kristus ketika dia harus "mempercayakan" hidupnya di tangan seorang pengecut bernama Kichijiro yang berkali-kali menyangkal iman Kristen supaya tetap hidup dan berulang kali pula Kichijiro ini menyesal dan mengakui dosanya. Muncul dilema dalam hatinya ketika menyaksikan ini: Kenapa Tuhan menciptakan ada orang yang kuat tidak menyangkal iman sama sekali walaupun mengalami siksaan dan mengapa ada orang yang tidak tahan siksaan sama sekali? Kalau orang yang tidak tahan siksaan ini hidup di zaman yang serba enak, udah pasti ia akan menjadi orang Kristen yang setia sampai mati. Kenapa ada orang Kristen yang hidup bebas sementara yang lain harus mempertaruhkan nyawanya hanya supaya dapat beribadah kepada Kristus. Dari semua ini, menurutnya seakan-akan Allah tidak adil.

2. Fumie atau gambar Kristus yang diinjak seolah berbicara pada Rodriguess: "Injaklah Aku, Aku tahu kakimu sakit ketika menginjak-Ku tetapi justru untuk itulah aku datang." Rodrigues akhirnya menginjak gambar Kristus supaya orang Kristen lainnya (yang telah menyangkal iman tapi tetap dimasukkan ke lubang siksaan) dibebaskan. Rodrigues berusaha mempertahankan diri bahwa dia tidak menyangkal imannya kepada Kristus. Ia melakukan itu karena merasa Kristus berbicara agar ia menginjak gambarNya demi menyelamatkan orang Kristen yang ada dalam penderitaan. Ferrarie salah seorang dosen teologi Rodrigues yang juga telah "ditaklukkan" oleh para petinggi Jepang, mempengaruhinya dengan berkata, "Kalau Kristus ada di sana, Kristus pun akan menyangkal imanNya demi keselamatan orang-orang yang dikasihiNya."

Stop sampai di situ dulu, gue mau ga mau jadi merenung. Gue tau kalo Kristus mengasihi umatNya. Tetapi lebih dari itu, Kristus mengasihi Bapa yang mengutusNya! Bagi Kristus, tujuanNya datang ke dalam dunia hanyalah melakukan kehendak Bapa! Karena Bapa mengasihi manusia, maka Bapa mengutus Kristus dan Kristus yang mengasihi Bapa, taat karena memiliki hati seperti hati Bapa! Tetapi kasih Bapa tidak dapat dikompromikan dengan menyangkal iman. Karena tanpa iman yang benar, semua tindakan "belaskasihan atau kebaikan" hanya akan menjadi tindakan atas nama moralitas belaka.

Kalo dipikir-pikir, itulah awal kejatuhan Rodrigues dan Ferrarie. Mereka menempatkan "moralitas" di atas "iman" mereka. Kalau sudah demikian yang terjadi, tidak ada bedanya mereka (yang mengaku Kristen) dengan orang-orang beragama lain yang tidak mengenal Kristus. Mereka lupa bahwa dalam Kekristenan, inisiatif dimulai dari Allah sendiri. Allah yang proaktif dan berdaulat dalam menyelamatkan manusia. Dalam penderitaan mereka, para pastur itu merasa Tuhan DIAM dalam hening. YA, memang seakan Tuhan tidak bertindak di masa-masa itu. Di saat benih keraguan itu muncul, dengan cepat, iblis akan menggunakan semua akal pikiran manusia untuk mengembangkan keraguan berikutnya yang seperti bola salju yang menggelinding dari puncak gunung es semakin ke bawah akan semakin membesar.

Pikiran Rodrigues mulai merancang segala sesuatu "yang seharusnya" dilakukan Tuhan. Saat ia memikirkan itu, dia sendirilah tuan atas kejadian yang dilihatnya. Ketika Tuhan tidak melakukan seperti yang diinginkannya, ia mulai menunjukkan usahanya untuk melakukan yang lebih baik dari Tuhan. Ia harus menyelamatkan orang-orang lain dari kematian jasmani. Ia bukan hanya lupa bahwa Tuhan menjanjikan kehidupan kekal bagi orang yang percaya Kristus, Rodrigues bahkan mulai mempertanyakan bagaimana seandainya orang-orang itu mati mempertahankan iman tetapi terhadap Tuhan yang salah? Bagaimana kalo orang-orang Jepang yang rela mati itu ternyata bukannya menyembah Kristus tetapi menyembah "tuhan campuran dengan budaya mereka". Bagaimana kalo tidak pernah ada Tuhan? Bukankah semuanya akan mati sia-sia?

Rodrigues sudah mengambilalih peran Tuhan dan ia lupa bahwa Tuhan yang DIAM itu, Tuhan yang berdaulat. KehadiranNya tidak ditentukan dari DIA bersuara dan bertindak saja, tetapi bahkan dalam diam pun, Tuhan tetap ada. Gue inget banget ada sms yang mengatakan, "Tuhan seperti bintang di langit. Tidak selalu terlihat dari bumi karena kadang tertutup awan. Tetapi Bintang itu tetap ada di tempatnya walau pun kita tidak dapat selalu melihatnya." Satu hal yang gue pikir sifat para hamba Tuhan adalah: terpanggil ketika ada yang membutuhkan. Rasanya ingin sekali menolong orang lain. Gue juga merasakan hal yang sama. Tetapi di satu pihak, ini semua mengajarkan gue bahwa ada batasan yang dapat dilakukan untuk manusia lain. Di luar batasan itu, adalah bagian Tuhan. Melebihi batasan itu artinya mengambil peran Tuhan atas hidup orang lain dan akhirnya malah tidak bertanggungjawab dengan peran yang Tuhan kasih dalam hidup kita sendiri, misalnya dalam kasus Rodrigues. Ia sibuk memikirkan apa yang seharusnya dilakukan Tuhan: menyelamatkan orang Kristen dari kematian jasmani (padahal tujuan Kristus datang ke dunia adalah untuk menyelamatkan kehidupan kekal manusia, bukan supaya manusia hidup enak & tidak mengalami kematian jasmani). Dan ia lupa akan perannya untuk mempertahankan imannya sendiri.

Analisa gue tentang secuplik pemikiran Rodrigues ini ditutup dengan suatu kesimpulan bahwa akhirnya Rodrigues hidup dalam sebuah rasionalisasi, salah satu bentuk mekanisme pertahanan diri. Ia mengatakan mendengar Kristus menyuruhnya menginjak gambar Kristus, tetapi ia sama sekali tidak menyangkal imannya sampai mati. Boleh jadi mulutnya berkata demikian, tetapi hatinya berkata lain. Karena dalam hidupnya, ia tidak pernah bisa akrab dengan Ferrarie yang dikatakannya seperti anak kembar dalam hidupnya, kembar dalam kesalahan. Dan yang buruk pada diri Ferrarie, ada juga pada dirinya. Mereka saling menjauh satu sama lain, ini adalah suatu bukti self-denial, tidak adanya penerimaan diri terhadap perbuatan yang telah dilakukannya karena tercermin pada diri orang lain. Sampai akhirnya mereka berdua tidak bisa menolak perintah untuk mengabdi kepada negara Jepang, mereka harus menulis buku "sanggahan terhadap iman Kristen". Dan mereka melakukannya. Dapat dibayangkan betapa besar konflik batin yang mereka rasakan? Bagaimana rasionalisasi mereka berjuang supaya mereka bisa hidup selaras? Mati-matian mengatakan mereka tidak menyangkal iman mereka tetapi perbuatan mereka sedikit demi sedikit mengarah ke sana seperti bola salju.

"Aku bukan siapa-siapa yang berhak menghakimi orang lain." Itu kalimat pernah diucapkan Rodrigues ketika berita pengkhianatan Ferrarie terdengar ke Portugis. Berita itu pula yang mendorongnya pergi ke Jepang untuk bertemu sendiri dengan Ferrarie. Kalimat yang sama pengen gue utarakan sebagai penutup: Gue bukan siapa-siapa yang berhak menghakimi orang lain. Gue ga mo menghakimi Rodrigues ataupun Ferrarie. Kalo gue ada di posisi mereka, belum tentu gue punya keberanian seperti yang telah mereka tunjukkan dalam menghadapi lubang siksaan. Gue cuma mo bilang: kadang orang yang berani mati sekalipun, terlihat kuat dan tegar tetapi sesungguhnya hatinya mudah tersentuh dan penuh belaskasihan terhadap sesama. Ketika mau mengorbankan banyak hal buat sesama, gue cuma merasa diingatkan, apakah itu yang terutama?

Sepertinya golden rule dalam Matius 22:37-39 dapat menutup tulisan ini, "Jawab Yesus kepadanya: 'Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.'" Jelas sekali di mana prioritas itu harus ditempatkan. Dengan begitu, semua kegiatan kita bukan hanya moralitas belaka tapi memiliki dasar iman yang jelas. Yah, gue cuma merasa jadi harus makin waspada aja, maklum, kadang panggilan menolong orang itu begitu besar sampe akhirnya gue malah mengambil alih peran Tuhan, seakan-akan gue tau lebih baik dari Tuhan dan akhirnya jadi berantakan. Membaca kasus Rodrigues mau ga mau jadi bercermin dan belajar banyak untuk mewaspadai kerapuhan pikiran diri sendiri....

Mimpi-Mimpi

Tiap orang punya mimpikah? Sabtu kemaren gue perpisahan dengan D yang mo go studi ke GuangZhou. Bagi sebagian orang, ini agak ga masuk akal: D bekerja 7 tahun di kantor lama gue, mati-matian banting tulang (belon banting TV) ngumpulin duit sepeser demi sepeser eh sekarang dihabiskan semuanya demi mengejar mimpi belajar bahasa di China. Awalnya gue juga merasa "Aduh D, sayang banget." Tapi kalo gue mo flashback, dulu gue juga gitu. Demi study ke MKSAAT, gue rela menghabiskan tabungan kerja selama 4tahun (walau akhirnya tuh tabungan ga abis-abis, kayak kasus janda di sarfat, God mencukupkan gue sampe ga harus kehabisan tabungan hehehe).

Gt juga ikut perpisahan dengan D. Dia termasuk orang yang sangat mendukung D untuk studi lagi karena Gt juga punya mimpi studi lagi ke Jerman! Seorang teman, Mt, juga punya mimpi studi lagi ambil S2 Psikologi. Sementara temen gue yang lain B, sedang berjuang mewujudkan mimpinya studi ke Belanda. Belum lagi, temen yang juga sedang mati-matian demi mimpi studi di Denver Seminary, Amrik. Wow, keep in touch dengan teman-teman ini sungguh membuat semangat gue menyala untuk terus mengevaluasi mimpi yang God taruh dalam hati gue ^_^

Apakah semua mimpi itu indah? Seorang teman yang lain, Mr berkata sambil menangis ke gue, "Gue mimpi pernikahan gue bahagia, gue ga pernah mimpi di usia 3th, pernikahan gue di ambang kehancuran dan harus pisah dari pasangan hidup gue!" Sahabat gue yang lain An dengan tersedu-sedu berkata, "Gue ga pernah mimpi menikah dan sekarang di usia 6th pernikahan, kalo gue bisa mengulang, lebih baik gue ga menikah. Gue ga pernah mimpi akan selingkuh. Gue sekarang hanya punya 1 mimpi, hidup gue hanya untuk anak gue. Dia yang satu-satunya gue sayang di dunia ini."

Buku SANG PEMIMPI karya Andrea Hirata juga sungguh mengagumkan melihat bagaimana seseorang berjuang demi mimpi-mimpinya. Sungguh, mimpi bisa membuat semangat gue naik atau sebaliknya mimpi buruk sangat menakutkan dan membuat gue merasakan sakit hatinya teman-teman gue akibat mimpi-mimpi dan realita yang ada dalam hidup mereka.

Sekarang ini ketika fisik gue terasa sangat lemah, gue kembali berpikir tentang mimpi, mimpi dan mimpi karena di saat begini, banyak orang yang menceritakan mimpi indah mereka termasuk mimpi buruk mereka. Emosi gue seperti orang naik jetcoaster. Satu hal yang gue dapet dari Amsal 23:18 adalah "Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." Wow, itu sungguh menguatkan gue! Sesuatu yang tidak pernah diimpikan alias mimpi buruk pun, berada dalam kontrol Allah Bapa Pengasih sehingga akhirnya gue bisa bersama Paulus berkata "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."

Jadi, JANGAN TAKUT BERMIMPI! Helen Keller seorang buta dan tuli pernah ditanya, "Apakah yang lebih parah ketimbang dilahirkan buta?" Ia menjawab, "Mempunyai penglihatan tetapi tidak mempunyai visi." Visi itu adalah impian kita, sasaran kita! Mimpi adalah terang yang membuat kita menempuh jalan yang benar ketika dunia di sekeliling kita gelap. Mimpi adalah terang di ujung terowongan, kesanalah kita mo melangkah. So, apapun mimpi gue, mimpi keluarga gue, mimpi teman-teman gue, mimpi orang-orang yang penting dalam hidup gue, serahkan aja semuanya ke Tuhan.

Penyerahan pada kedaulatan Tuhan itu penting luar biasa! Ada seseorang yang berkata, "Sungguh kehidupan yang sia-sia, mendaki tangga impian dan setelah sukses sampai di puncaknya, ternyata tangga kita itu disandarkan pada gedung yang keliru." Hmm, intinya: Letakkan mimpi di tangan kita yang terbuka. Siap-siaplah ketika Tuhan mengambil mimpi itu dan meletakkan mimpi lain yang kita bahkan ga mo impikan. Doakan supaya hati kita mampu menggenggam mimpi yang dititipkan Tuhan, bukan hanya menggenggam mimpi pribadi kita. Amin...

Senin, 02 Februari 2009

Red Cliff 2

Akhirnya gue berhasil nonton film ini, ga kelewatan seperti yang pertama dan terpaksa nonton dvd bajakannya upsss ngaku deh beli bajakan hehehe... Thanks God berikutnya adalah baik Red Cliff yang pertama maupun yang kedua ini gue nonton sama orang yang hafal cerita Sam Kok karena gue membutuhkan juru bisik untuk ngerti film ini.

Yang pasti, film keduanya ini menurut gue jauh lebih seru dan bagus dibanding yang pertama. Kisah Tiga Negara, kisah sejarah paling terkenal di seluruh daratan asia dan juga dunia, diangkat dari sejarah yang bukunya ditulis oleh Luo Guanzhong berjudul Romance of the Three Kingdoms yang berkisah tentang perebutan kekuasaan Cina oleh 3 raja besar dari 3 negara, Cao Cao (Wei), Sun Quan (Wu) dan Liu Bei (Shu). Dalam film ini hanya sepotong kecil dari keseluruhan kisahnya yang bercerita tentang pertempuran seru di Chibi dan Red Cliff, salah satu pertempuran hebat sepanjang masa. Wu dan Shu bekerja sama untuk menghadapi serangan dari Wei baik perang darat maupun air. Shu memiliki si cerdas Zhuge Liang sedangkan Wu memiliki si cerdas Zhou Yu. Cao Cao si penjahat, sebagai lawan mereka pun pintar. So, kisah yang rumit dan penuh intrik politik ini menghasilkan strategi-strategi militer terbaik di dunia sampai sekarang. Red Cliff 2 ini pun bertaburan intan-intan permata kehidupan yang memberikan konfirmasi tentang beberapa hal berikut :

1. Cao cao menghampiri seorang prajuritnya dan menanyakan kenapa sang prajurit yang biasanya sehat itu bisa kena wabah tifus yang mematikan. Mungkin awalnya Cao Cao pengen menyelidiki guna mencegah perluasan wabah tifus itu. Si prajurit tidak menjawab pertanyaan Cao Cao dan hanya mengeluh, “Aku ingin pulang.” Prinsip: Orang yang sudah sekarat, tidak bisa diajak menganalisa masalahnya. Cao Cao termenung sejenak lalu mensharingkan kerinduannya pada anaknya yang berusia lebih muda dari si prajurit. Cao Cao menempatkan diri berada di posisi si prajurit yang menderita akibat peperangan dan juga punya keluarga yang dirindui tetapi sekarang terpisah karena perang. Cao Cao menceritakan penderitaan dirinya sendiri dan usahanya untuk tetap berperang “demi rakyatnya, demi keluarganya”. Waktu Cao Cao cerita seperti itu, gue udah bisa menebak apa efeknya bagi para prajurit. Bener aja, waktu Cao Cao pergi dari perkemahan prajurit yang dikarantina tifus itu, tiba-tiba semua prajuritnya yang sakit (yang awalnya bangun aja ga bisa), mengantar kepergiannya dengan berdiri sambil menggebrak-gebrak tombak, menabuh gembreng perang, dll dengan penuh semangat berteriak bahwa sesakit apapun mereka akan ikut Cao Cao berperang sampai akhir menuju kemenangan. Menakjubkan sekali! Gue rasa Cao Cao sangat ngerti psikologis. Dia bisa memprovokasi “will” or keinginan seseorang, membangkitkan semangat orang yang sudah mo mundur. Kuncinya 1: menempatkan diri di posisi orang itu, lalu menceritakan kesamaan diri dengan orang itu. Cao Cao tahu bahwa orang-orang yang menderita perlu teman dan ia datang bukan sebagai atasan yang memerintah tapi sebagai teman yang mengerti dan memahami. Dengan itu, dia mampu memenangkan hati para prajuritnya. Hebat kan si penjahat satu ini?

2. Liu Bei mengundurkan diri dari aliansi dengan Sun Quan. Padahal yang mengusulkan aliansi itu adalah Liu Bei. Alasan Liu Bei sangat manusiawi: “Aku bertanggungjawab atas hidup para prajuritku. Aku tidak bisa membuat mereka bertahan di tempat yang ada wabah penyakit mematikan.” Wajar kalo Sun Quan marah dan merasa Liu Bei sangat egois karena ditinggal sendiri untuk menghadapi serangan Cao Cao. Walau di akhir, diceritakan sebenarnya ini cuma taktik Zhuge Liang untuk membuat Cao Cao lengah, mo ga mo, gue mikirin hal ini. Apa yang akan gue pilih kalo ada di posisi Liu Bei? Mempertahankan janji & komitmen (setia kawan) dengan risiko para prajuritnya mati? Atau mundur dari komitmen/perjanjian demi hidup prajurit/pihaknya sendiri? Kalo gue jadi Liu Bei, gue ga pengen anak buah gue mati. Ketika gue jadi pemimpin, gue punya tanggungjawab terhadap hidup anak buah gue. Tapi, apakah itu lebih penting dibanding dengan kesetiaan terhadap orang lain yang juga sudah melakukan banyak pengorbanan demi kerjasama dengan gue? Wow, kayak makan buah simalakama, serba salah, kalo makan buah itu, emak mati tapi kalo ga makan, bapak yang mati. Film ini mengajarkan, kadang pilihan yang sulit dapat diatasi dengan sebuah “langkah ekstrem yang berani” (percaya pada rekan). Langkah itu pada akhirnya akan diikuti oleh langkah lainnya. Para pengikut Liu Bei (termasuk 2 saudaranya: Zhang Fei dan Tio Hui) yang tidak tahu semua itu hanya tipuan, di awal mengikuti Liu Bei tapi akhirnya menentukan pilihan untuk kembali ke medan perang, memilih meninggalkan Liu Bei yang mereka anggap telah mengingkari perjanjian dengan Shun Quan. Kadang sebagai seorang pengikut, seakan tidak punya pilihan dan harus mengikut pemimpin. Tapi ada kalanya membuat pilihan yang berbeda dengan pemimpin juga diperlukan ketika pemimpin melakukan suatu “kesalahan” setelah mengevaluasinya beberapa waktu. Pelajaran yang gue ambil: hati nurani yang senantiasa dibersihkan melalui firman Tuhan adalah hal yang harus diikuti jauh melebihi ketaatan kita pada otoritas manusia karena memang Tuhan memberikan manusia sebagai otoritas, tetapi kita harus senantiasa waspada bahwa hanya relasi pribadi dengan Tuhanlah yang seharusnya menjadi dasar kita membuat pilihan yang dikehendakiNya

3. Ada adegan lucu antara Zhuge Liang (alias Kong Beng) dan jenderal yang bertugas menemaninya mencari 100.000 anak panah dalam 3 hari (taruhannya kepala sendiri, booo). Kong Beng tenang-tenang dan senyum-senyum misterius sementara si jenderal udah panik ga karuan. Karena Kong Beng ga mo buka mulut cerita rencananya, si jenderal ajak ngomong kura-kura lalu di adegan selanjutnya, dia ngomong dengan orang-orangan jerami di dalam kapal. Di balik adegan lucu itu, gue meringis karena membayangkan sesungguhnya relasi gue dan Tuhan seringkali seperti itu. Tuhan seakan diam dan tidak mo ngomong apa rencanaNya buat gue. Gue seperti si jenderal yang kalang-kabut ga jelas dan bete ama Tuhan lalu akhirnya ‘nyerah mancing’ Tuhan ngomong, akhirnya gue ngomong ama kura-kura atau orang-orangan sawah yang gue anggap “lebih manusiawi” dibanding Tuhan yang seakan bungkam seribu bahasa. Pelajaran baik dari si jenderal adalah walau dia ga tau rencana Zhuge Liang, walau dia panik dan ribut ngomong sendiri, dia tidak meninggalkan Zhuge Liang! Dia tetap mendampingi Zhuge Liang bahkan ketika bahaya mengancam. Mo ga mo semua pikiran yang terlintas waktu nonton adegan ini, membuat gue cengengesan karena seberat apapun tantangan yang gue hadapi dan Tuhan seakan diam dan tertidur, kalo gue bisa tetap bersama Tuhan di saat-saat seperti itu, itu hanya karena anugerah Tuhan. Anugerah yang memampukan gue akhirnya PASTI melihat karya Tuhan. Sama seperti si jenderal yang akhirnya bertepuktangan untuk Zhuge Liang, gue pun bertepuktangan untuk Tuhan yang luar biasa! Rancangan Tuhan jauh melebihi rancangan manusia. Penglihatan gue terbatas, yang gue perlukan hanya hati yang mo percaya bahwa rancanganNya selalu yang terbaik buat gue dan taat untuk tidak meninggalkanNya. Keren banget pesan dari adegan ini?

4. Persahabatan sejati seharusnya tidak dipengaruhi oleh kepentingan pribadi. Beda dengan film, buku Sam Kok aslinya menceritakan bahwa ketika Zhuge Liang selesai memanggil angin Tenggara yang menyelamatkan pasukan sekutunya (Zhou Yu), ia segera pergi bergabung dengan Liu Bei di jalan darat karena ia tahu Zhou Yu akan membunuhnya. Zhou Yu yang cerdik luar biasa menyadari bahwa Kong Beng adalah saingan terberatnya sehingga mengirim orang untuk membunuh Kong Beng supaya tidak menjadi musuh dalam selimut di masa mendatang. Di film Red Cliff 2 ini, yang terjadi tidak seperti itu. Kong Beng datang berjumpa dengan Zhou Yu dan mereka sama-sama bersyukur bahwa dalam peperangan kali ini, mereka telah menemukan “lawan tanding terberat” sekaligus sahabat sejati karena saling memegang janji & komitmen. Mereka tidak menyangkal kalau di waktu mendatang bisa saja mereka akan berhadapan sebagai musuh karena mereka melayani 2 tuan yang berbeda tapi mereka tetap saling percaya dan menutup perjumpaan mereka dengan sangat indah. Kalo mo dipikir, sebenarnya, versi buku lebih riil dan membumi. Bukankah dalam dunia nyata, misalnya dalam politik, teman bisa jadi lawan dan lawan bisa jadi teman hanya karena persamaan kepentingan? Tetapi jujur, gue lebih suka versi filmnya, karena itu idealnya, sebuah persahabatan yang sejati, tidak boleh hanya dibatasi oleh keuntungan pribadi. Persahabatan tidak bisa dikatakan sejati kalau hanya terjadi di saat terjadi persamaan kepentingan saja. Kalau sudah tidak ada kesamaan lalu saling menyerang hanya karena rasa tidak aman yang muncul. Biasanya orang bersahabat kalau ada kemiripan. Semakin mirip seseorang dengan diri kita, semakin kita akan menganggapnya sebagai saingan kita (kalau bukan lagi sahabat kita). Ending versi film ini lebih cocok dengan falsafah hidup yang gue perjuangkan. Kalau seandainya benar-benar tidak sejalan lagi, tidak perlulah saling menyerang! Berpisahlah dengan elegan, sama seperti Zhuge Liang dan Zhou Yu. Mereka menyadari potensi mereka untuk nantinya berhadapan sebagai lawan tanding dan bukan lagi rekan seperjuangan, tetapi mereka tidak saling bunuh hanya karena memperjuangkan rasa aman di masa datang yang belum tentu terjadi. Sekali lagi, gue bilang ini idealnya. Dalam dunia realita yang sering terjadi sering kebalikannya karena kesehatan emosional manusia jarang yang ada dalam level baik, mayoritas orang berjuang membuat pilihan demi rasa aman pribadi. Yah, namanya juga manusia.

5. Adegan di awal yang paling ga mo gue sorot tapi cukup menggerakkan emosi gue adalah waktu Cao Cao mengirimkan mayat-mayat prajuritnya ke wilayah Sun Quan. Kejam sekali Cao Cao melakukan itu (wajarkah itu dilakukan dalam perang?), membuat pasukan lawan terinfeksi wabah penyakit tifus juga. Yang mengharukan adalah Zhou Yu memberikan perintah agar menguburkan pasukan musuh karena mereka juga manusia. Kong Beng mengharuskan mayat-mayat itu dikremasi demi mencegah makin menjalarnya wabah itu. Dan mereka akhirnya mengkremasikan mayat musuh yang luar biasa banyak itu. Dalam perang, gue kadang mikir di mana ada rasa kemanusiaan? Tapi dalam film ini, kalo para pemimpin itu memiliki rasa kemanusiaan bahkan terhadap musuh mereka yang sudah mati, gue mo kasih two thumbs up deh. Kadang dalam hidup ini, yang paling sulit adalah mengasihi musuh apalagi kalau harus melakukan perbuatan baik demi musuh yang telah mengakibatkan diri kita mengalami banyak kehilangan. Kadang di situ gue berpikir, orang-orang di luar Kekristenan dapat melakukan banyak perbuatan yang luar biasa baik dengan dalih kemanusiaan dan moral, etika or whatever deh namanya. Apa yang membedakan perbuatan mereka dengan perbuatan orang Kristen? Mungkin hanya 1: motivasi. Orang Kristen mengampuni/melakukan perbuatan baik kepada musuh dengan motivasi untuk menyenangkan hati Allah. Orang Kristen telah mengalami anugerah pengampunan Allah sehingga dari dalam hati, otomatis muncul sikap yang mau mengampuni bahkan berbuat baik pada musuh. Pertanyaannya: kenapa seringkali orang Kristen yang telah merasakan anugerah itu, justru kikir dan sulit mengampuni orang lain? Seperti yang dikisahkan Yesus dalam perumpamaan hamba yang berhutang 10ribu talenta dan diampuni tetapi tidak mau mengampuni hutang temannya yang jumlahnya cuma 100 dinar. Jawabannya pun simple: karena hamba itu tidak merasakan anugerah Tuannya yang memberikan pelunasan 10ribu talenta. Dia masih berpikir kalo tuannya akan menagihnya suatu kali nanti sehingga dia harus terus mengumpulkan uang untuk membayarnya, makanya dia sangat perhitungan terhadap hutang temannya yang jumlahnya sangat sedikit itu. Serem juga ya kalo sudah bertahun-tahun jadi orang Kristen, tapi tidak sepenuhnya merasakan anugerah Tuhan! Semua usaha, bahkan pelayanan yang dilakukan pun tampaknya jadi usaha pribadi untuk “membeli” keselamatan yang harganya sebenarnya telah lunas dibayar oleh Kristus! Akhirnya, orang Kristen seperti ini, mau ga mau akan fokus dalam segala usaha “demi diri sendiri" dan tidak punya daya untuk fokus pada kepentingan orang lain, apalagi kepentingan Tuhan!

Hm, udah itu dulu kali ya, sebenarnya masih banyak yang bisa digali dari film ini. Gue bisa bikin masing-masing artikel dari tiap topik yang disorot hehehehe sayangnya ga ada waktu aja denk (belagu amir)… Tapi gue senang sekali bisa nonton film ini, pesannya juga bagus, selain gue bisa liat akting koko gue, Takeshi Kaneshiro tentunya hahahihihuhu (rada norax deh)…