Selasa, 14 Oktober 2008

Laskar Pelangi

Buku Laskar Pelangi karya Andrea Hirata memang pantas diacungkan jempol. Ini buku tetralogi tetapi berhubung gue baru baca buku pertama, gue cuma bisa nulis sebatas ini. Cara Hirata mendeskripsikan lokasi, keadaan dan latar belakang budaya tertentu menunjukkan suatu kekayaaan kosa kata yang dimilikinya. Bukan hanya itu, caranya menghidupkan emosi para tokoh di dalamnya juga sangat mempengaruhi emosi pembaca. Gue belum nonton filmnya, tapi rencana sih mo beli buat koleksi jika DVD originalnya sudah keluar.

Cerita dimulai dengan latar Sekolah Muhammadiyah di Belitong yang sangat minim fasilitas, tenaga pengajar bahkan juga terancam tutup jika jumlah murid <10 anak. Orang-orang di sana sangat miskin, ironis dengan kekayaan alam yang hanya dapat dirasakan oleh segelintir orang yang membangun benteng sendiri di sebuah kota mandiri. Pengarang menggambarkan kecemasan yang dirasakan oleh kepsek dan guru, cemas sekolah akan ditutup dan mereka tidak dapat membagikan ilmu lagi. Orangtua murid cemas memikirkan biaya sekolah dan seandainya tidak jadi sekolah mereka berpikir memang menyuruh anak bekerja akan jauh lebih baik. Anak-anak ingin sekali sekolah dan mereka cemas karena terancam tidak akan bisa merasakan itu semua jika sekolah ditutup. Akhirnya murid ke-10 yang datang adalah seorang anak yang terjebak dalam tubuh dewasa (retardasi mental). Tapi intinya, sudah ada 10 murid jadi sekolah tetap dibuka. Dan dimulailah kelompok murid baru (nantinya dinamakan Laskar Pelangi-karena mereka semua suka melihat pelangi) ini merasakan suka-duka sekolah.

Ada beberapa pelajaran yang bisa ditarik dari buku ini:
1. Nilai-nilai yang ditanamkan sejak kecil sangat berperan dalam pembentukan nilai-nilai dan tingkah laku orang itu ketika dewasa. Nilai yang ditanamkan oleh kepsek di penerimaan murid baru sangat mereka pegang sampai dewasa: "Seseorang harus memberi sebanyak-banyaknya, bukan menerima sebanyak-banyaknya." Setinggi apapun ilmu yang dimiliki kalau tidak bisa memberikan dampak bagi diri sendiri dan lingkungan, dunia dan akhirat maka itu tiada guna.

2. Bakat alam adalah karunia. Tapi kesempatan pun adalah karunia yang tidak kalah pentingnya. Lintang yang genius tidak dapat menamatkan SMP karena ayahnya meninggal dan ia anak sulung sehingga beban hidup 14 orang dalam keluarganya langsung jatuh ke pundaknya. Gue paling sedih membaca kisah Lintang ini. Rasanya waktu nulis ini pun air mata gue udah mengambang di pelupuk. Berapa banyak anak-anak di Indonesia yang pintar tetapi tidak punya kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan terpaksa menggunakan otot fisik untuk mencari nafkah seadanya dan akhirnya bakatnya terpendam begitu saja? Mahar pun sampai SMP baru ketahuan bakat otak kanannya dan itu pun karena pintu kesempatan yang selama SD (6 tahun) tidak pernah terbuka baginya.

3. Hargailah & bertanggung-jawablah untuk tiap kesempatan yang ada, sekecil apapun itu. Mahar yang pendidikannya hanya sampai SMP, tidak dapat melanjutkan pendidikan. Dia menganggur selama beberapa waktu. Sampai akhirnya ia melamar untuk menulis tentang suatu budaya. Hanya usaha kecil-kecilan dan ia lakukan dengan bertanggung jawab akhirnya makin bertambah kepercayaan orang padanya. Sampai akhirnya ia menjadi penulis terkenal. Ia tahu kapasitasnya dan ia bersedia melakukan mulai dari nol, bahkan hal-hal yang awalnya kurang berhubungan dengan yang diinginkan atau dicita-citakannya.

4. Teman adalah harta yang sangat berharga yang dititipkan Tuhan pada kita. Jalinlah relasi dengan mereka selama waktu yang memungkinkan. Zaman sudah canggih, orang-orang tinggal sejauh sms dan email saja. Kenapa tidak sesekali waktu menghubungi teman-teman yang sudah lama tidak tahu kabarnya? Sangat mengharukan melihat Trapani yang mother complex berada di Rumah Sakit Jiwa bersama ibunya. Si ikal (penulis), teman lama Trapani tidak mengenalinya lagi sampai ketika Trapani yang sudah hilang kesadaran itu ternyata mengenali Ikal dan memanggil namanya. Betapa dalamnya relasi kanak-kanak mereka dulu. Sayang waktu membuat mereka putus hubungan sampai akhirnya salah satu berakhir di RSJ karena tidak kuat menanggung masalah hidup. So, jangan tunggu salah seorang teman lama memanggil namamu ketika dikau berkunjung ke RSJ. Segeralah kirim sms atau email singkat kepadanya.

5. Tidak ada cara singkat untuk mencapai sesuatu. Semua harus lewat proses dan ada harga yang dibayar untuk hasil maksimal yang diharapkan. Mahar dan Flo adalah anak yang sangat mempercayai dunia mistis dan pada akhirnya ketika bertemu dukun, yang didapatnya hanya 1 kalimat: "Jika mau nilai bagus, BUKA BUKU DAN BELAJAR!" Ini berlaku bukan hanya untuk mendapat nilai bagus. Segala sesuatu di dunia ini harus diraih dengan pengorbanan. Hanya iblis yang menawarkan cara singkat tetapi akhirnya menjerumuskan dan meminta tumbal yang jauh lebih mahal, yaitu nyawa kita sendiri.

6. Kekayaan adalah sesuatu yang fana. Seperti bianglala di dufan (dunia fantasi), kadang seseorang berada di atas dan kadang di bawah. Kekayaan segelintir orang-orang di balik "tembok besar Belitong" yang menguras sumber daya alam itu akhirnya berakhir. Bodohlah orang jika hidup di dunia ini hanya mengejar kekayaan dan menganggap bisa memilikinya seumur hidup. Tidak ada rasa aman dengan bertambahnya kekayaan karena ia sifatnya fana dan ia bisa menikah dengan siapapun alias kekayaan itu bisa berpindah tangan dengan sangat cepat. Ia tidak mengenal pemilik. Jadi, kejarlah sesuatu yang lebih berarti dari kekayaan.

Sebenarnya masih banyak lagi pelajaran yang bisa digali dari buku ini tetapi berhubung gue udah capek ngetik dan pengen minum, cukup sampai di sini aja ceritanya. Semoga ini dapat mendorong orang untuk membaca atawa menonton filmnya. Karya-karya anak bangsa yang bagus harus dihargai sehingga mereka tidak mati, melainkan dapat terus berkarya dan memajukan bangsa kita tercinta ini karena suatu karya yang baik akan menginspirasikan karya berikutnya dari orang-orang yang lainnya. Semoga... Semoga...

Tidak ada komentar: