Senin, 14 April 2008

Three Kingdoms

Kemaren gue senang banget karena bisa nonton "Three Kingdoms" di Djakarta Teater bersama bokap, nyokap dan kedua adik gue. Selain karena udah lama ga keluar bareng komplit, filmnya lumayan membuat kita semua jadi mikir sambil tentunya bernostalgia sama Andy Lau dan Sammo Hung tentunya ^_^. Kata orang kan, harus belajar dari sejarah, jangan sampe sejarah jelek berulang.

Andy berperan sebagai Ji Long, berasal dari Chang San mengawali karier sebagai tentaranya Liu Pei yang mendirikan kerajaan Shu. Sammo jadi Ping An, koko angkat Andy yang merekrut Andy ke dalam pasukan. Tapi akhirnya, Andy berhasil naik pangkat jadi salah satu dari 5 jenderal besar Liu Pei (bersama Zhang Fei dan Guan Yu, hanya mereka berdua yang gue tau dalam sejarah Sam Kok selain Liu Pei sendiri hehehe). Walau kisah ini menceritakan tentang perang, banyak sekali intrik drama self-talk yang dilakukan oleh para tokoh utama, seperti: Ji Long, Ping An dan Chao Ying (cucu Chao2, musuh besar Liu Pei). Ping An yang bergumul dengan kepahitan, iri hati, kecemburuan sekaligus rasa sayang terhadap Ji Long. Respek dan kasih yang ditunjukkan Ji Long terhadap Ping An dan rajanya. Menariknya di awal karirnya, Ji Long berkata tujuan hidupnya adalah mempersatukan kerajaan Cina menjadi kerajaan yang damai PLUS menikah dan membentuk keluarga. Ironisnya, di akhir hidupnya, Ji Long mengakui di hadapan Ping An bahwa tidak satu pun tujuannya yang tercapai! Kebesaran hati Ji Long membuat Ping An tersadar bahwa sebenarnya mereka berdua sama saja, tujuan hidupnya tidak tercapai. Untuk apa mereka hidup dan berperang mati-matian selama ini? Kenapa setelah pengabdian yang luar biasa dengan mengorbankan kepentingan pribadi, mereka malah "dikorbankan" oleh PM. Chu Kat Liang (si pintar strategi militer) demi perluasan wilayah "negara."

Sedih sekali menyaksikan film tentang perang. Kalo ada orang yang mengagumi pembuatan film perang, gue pribadi lebih melihat bahwa pesan itu mengatakan bahwa selalu ada yang dikorbankan dalam peperangan. Ironisnya adalah biasanya orang kecil yang berkorban (atau dikorbankan) demi kenyamanan orang besar. Berkaca dari situ, gue bersyukur Indonesia tidak sedang mengalami peperangan. Tapi invisible war justru masih terus berlanjut, bahkan antara rakyat kecil dengan pemerintahnya sendiri. Gue jadi inget kasus para petani Kulon Progo yang jadi fokus Kompas Jum'at yang lalu. Ampun deh, hati ini rasanya ikut merasakan sakit ketika rakyat kecil dikorbankan demi sesuatu yang lebih besar, seperti dalih meningkatkan devisa negara. Kalau SBY benar2 menyetujui penambangan dilakukan dengan menggusur petani yang udah mati-matian mandiri berjuang hidup, gue cuma bisa geleng-geleng kepala. Lah "wong cilik" itu ga nyusahin "orang besar" malah membantu supaya "orang besar" ga kebanyakan impor ini/itu yang bisa dihasilkan sendiri, kog malah menutup pintu penghidupan mereka? Mau kemana negara ini pergi? Masak rakyat berperang dengan pemerintah sendiri? Perang tak terlihat ini sungguh mengiris hati.
Apa kata dunia?

Tidak ada komentar: