Rabu, 19 November 2008

Narcisisme

KTB staf sekarang bahas buku Pak Yohan Chandawasa yang berjudul "Merupa Hidup dalam Rupa-Nya". Bab 1 membahas tentang Narcisisme. Kata Narcisisme berasal dari tokoh mitos Yunani yang bernama Narcisus. Narcisus adalah seorang pemuda yang ketampanannya luar biasa, tiada tanding di muka bumi ini. Banyak dewi yang jatuh cinta padanya tapi tidak ada 1 pun yang berhasil merebut hati Narcisus. Suatu kali, Narcisus pergi ke sebuah telaga dan ketika dia melongok ke dalam telaga, dia melihat seorang yang tampan luar biasa. Ia sangat terpesona dan berusaha menggapai orang itu. Apa nyana, tiap kali tangannya meraih ke dalam telaga, orang itu selalu menghilang dari pandangannya. Narcisus sangat merindukan orang dalam telaga itu. Ia begitu terpikat sampe akhirnya lupa makan, lupa tidur, bengong di tepi telaga dan akhirnya MATI. Narcisus tidak menyadari bahwa orang di dalam telaga itu adalah bayangannya sendiri. Relasi "aku-engkau" yang dipikirnya sedang dirasakannya, sesungguhnya adalah relasi "aku-aku". Ia mati karena terjebak dalam kekaguman terhadap diri sendiri.

Nah, Pak Yohan membahas Mazmur 73:1-28 yang ditulis oleh Asaf. Asaf adalah seorang keturunan Lewi yang dikhususkan melayani bagian musik oleh Daud. Asaf seorang yang jujur hidupnya dan menjalankan semua ibadah dengan sungguh-sungguh. Tetapi di satu titik, Asaf menyadari bahwa ia hampir tergelincir ketika mengamati hidup orang fasik yang rasanya serba enak, menyenangkan dan tidak ada kesusahan di dalamnya. Dalam mazmur ini tersirat perasaan putus asa, kecewa, kebingungan, frustrasinya Asaf ketika membandingkan diri dengan orang fasik. Sesungguhnya yang terjadi adalah Asaf sedang "memanfaatkan Tuhan" untuk mendapatkan impian/harapan/keinginan/cita-citanya sendiri.

Ketika Tuhan tidak menjawab sesuai keinginan, maka muncullah perasaan sia-sia semua "ibadah" yang dilakukannya. Asaf sedang mengalami narcisisme rohani. Ada kalimat yang sangat indah: Tuhan tidak pernah menyetop keinginan kita kalau keinginan itu dapat membuat kita semakin serupa dengan Kristus. Kalau hal-hal duniawi (yang kita inginkan) dapat membuat kita semakin serupa Kristus, Tuhan pasti akan memberikannya pada kita. Sayangnya, banyak keinginan kita justru hanya menghambat proses pembentukan menjadi serupa Kristus.

Semalam ada seorang teman mensharingkan pokok doa tentang teman lain yang sakit-sakitan. Seorang pria yang berusia 34 tahun, tetapi mengalami sakit silih berganti: dari cuma jatuh dadakan, pingsan, sampe kena hepatitis lalu kena alergi kulit yang parah dan disusul ada kelainan pada sarafnya, dokter bingung memberikan diagnosa dan terakhir tulangnya ada yang keluar. Masuk rumah sakit terus-menerus bagi pria ini jelas sesuatu yang menyakitkan. Ia kehilangan pekerjaannya (sering tepar di RS), dicemooh keluarganya (yang mayoritas agama lain dan masih sering menyarankannya pindah agama atau mencoba cari kesembuhan dengan menghalalkan segala cara) dan terakhir ditinggalkan oleh pacarnya.

Pria ini ada di tahap seperti Asaf, mempertanyakan kenapa ikut Tuhan sangat membuatnya menderita? Tuhan yang seperti apa yang mengizinkan semua ini terjadi pada anak-Nya? Buat apa lagi hidup dengan segala kehilangan dan penderitaan ini? Buat apa lagi susah payah mempertahankan kesalehannya mengikut Tuhan kalau dia harus mengalami sakit penyakit yang tiada hentinya di usia di mana orang lain sedang produktif membina karir dan rumah tangga? Semua terasa sangat menyakitkan!

Buat pria ini, derita yang dirasakannya jelas tidak dapat diobati dengan mengatakan bahwa semua pencobaan tidak akan melebihi kekuatannya. Pria ini mungkin akan marah ketika ada yang mengatakan bahwa anak Tuhan punya Bapa Surgawi yang baik yang akan terus mendampinginya. Dengan sendirinya pria ini akan berespons bahwa semua orang tidak akan mampu mengerti masalahnya, karena biasanya orang lain yang menyarankan banyak kata penguatan, justru tidak mengalami penderitaan seperti pria ini.

Pak Yohan menjelaskan ada 4 fase relasi suami-istri yang dapat disejajarkan dengan relasi aku-Engkau (Allah), sebagai berikut:
1. Fase Romantis: orang yang akan menikah pasti membawa banyak impian. Aku ranting, dia bunganya; dia ikan, aku akuariumnya; aku sakit, dia obatnya. Demikian juga dengan relasi aku-Engkau (Allah). Masa romantisnya dirasakan ketika kita menyanyikan He's everything to me (karya Ralph Charmichael): "Ia bukan Allah yang tinggal jauh dari aku dan yang mengabaikanku, kini aku ditemaniNya dan selalu dijagaiNya, Sepanjang jalanku, Yesuslah hidupku." Wow, rasanya betapa indahnya hidup berjalan bersama Kristus :)

2. Fase Realistis: Setelah tinggal bersama, mulailah pasangan suami-istri mengalami "TIDAK" dalam hidup mereka. Aku begini, dia begitu; aku ke sini, ia ke situ; aku mo yang ini, dia mo yang itu; maka berubahlah pandangan kita tentang pasangan: aku bunga, ia ulat bulunya; aku ikan, dia buayanya; aku sakit, dia virusnya. Relasi kita dengan Allah pun demikian. Dalam bergaul dengan Allah, konsep dan perlakuan kita yang keliru terhadapNya akan dihancurkan oleh Tuhan sendiri melalui "TIDAK" yang disodoorkan dalam hidup kita. Allah akan membuat kita sadar bahwa IA sama sekali bukan bayang-bayang kita, IA sama sekali bukan diri kita saat IA tidak menyembuhkan penyakit kita, tidak melepaskan kita dari kesusahan, mengizinkan musibah terjadi atas hidup kita, membiarkan kita ditinggalkan oleh orang-orang yang kita kasihi atau mengasihi kita, dll.

3. Fase Marah dan Menyesal: Tahap ini adalah tahap di mana semua perasaan indah di masa romantis pernikahan dan pacaran, surut. Sukacita berubah menjadi depresi, fantasi berubah menjadi frustasi. Demikian pula dengan relasi aku-Engkau. Hal-hal yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita itu dapat membuat iman kita goncang, marah, kecewa dan putus asa terhadap Tuhan. Namun, fase ini perlu dialami supaya kita memiliki konsep yang benar tentang Tuhan.

4. Fase Reorientasi: Krisis dalam ikatan perkawinan akan membawa suami-istri ke persimpangan jalan untuk memutuskan "bercerai-berpisah sementara-mulai dari awal. Demikian juga dalam relasi kita dengan Tuhan. Sama seperti yang dialami oleh pria yang gue sharingkan di atas. Ia sedang berada di persimpangan itu. Apakah ia akan tetap mengikut Yesus walau penderitaannya tidak berkurang? Atau sebaliknya ia akan meninggalkan Yesus karena Yesus bukanlah Tuhan yang diharapkannya, bukan Tuhan yang mengabulkan apa yang dimintanya? Dalam hal ini, relasi aku-aku yang dianutnya dapatkah berubah menjadi aku-Engkau?

Gue rasa narcisisme akan tetap menjadi pergumulan manusia selama manusia itu masih hidup dalam daging. Fase-fase pun akan dialami tiap orang silih berganti. Kalau gue udah pernah memasuki fase kekeringan, marah dan kecewa terhadap Tuhan yang tidak menjawab doa gue lalu atas anugerahNya, gue menundukkan diri pada relasi aku-Engkau dan bukan lagi aku-aku; semua ini tidak menjamin kalau gue ga akan pernah marah dan menyesal lagi terhadap Allah yang gue sembah. Tapi sesungguhnya semakin berat ujian, tantangan dan kesulitan itu, di situlah poin Tuhan semakin mempercayai kita! Kalau boleh memilih, tidak ada satu orang pun yang ingin dibentuk Tuhan dengan cara seperti ini :( Semua orang ingin dibentuk dengan cara yang tidak menyakitkan.

Tapi ilustrasi batu berlian yang harus diasah, dikikis dan dibentuk dengan cara yang menyakitkan (kalo si batu bisa merasa ^_^) dapat menolong kita untuk melihat hal positif yang sedang Tuhan kerjakan melalui penderitaan yang diizinkannya terjadi atas hidup kita. Batu berlian itu semakin mahal harganya ketika sudah mengalami kesakitan luar biasa. Ketika ada teman yang sedang dalam pergumulan luar biasa berat, biarlah kita terus mendukungnya dalam doa dengan sepenuh hati karena hanya Tuhanlah yang mampu menjaga mereka supaya memiliki relasi aku-Engkau. Bagian yang dapat kita kerjakan sebagai teman adalah mendampingi teman kita, menggabungkan kekuatan keluarga Allah untuk bergiliran menguatkan sang teman.

So, beranikah meminta ujian kenaikan tingkat dari Tuhan? Jangan takut!!! Karena sama seperti Asaf dan para pemenang iman lainnya, kita akan mengalami kelepasan luar biasa ketika sanggup berkata, "Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya." (Maz 73:25-26)

Tidak ada komentar: